Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]


Oleh
Sofyan Zaibaski, S.Pd., M.Pd.
Guru bahasa Indonesia SMA Negeri 2 Kota Jambi
Peraih Juara 1 Lomba Keberhasilan Guru (LKG) dalam pembelajaran kategori SMA nonsains  





PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah atas (SMA) yang di dalamnya terdapat keterampilan menulis puisi merupakan aktivitas belajar yang bersifat produktif kreatif. Artinya, pembelajaran dilakukan agar siswa mampu memproduksi karya dalam bentuk puisi dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk sampai kepada proses memproduksi puisi, diperlukan sebuah proses kreatif. Menurut Suntari (2002: 85), proses kreatif akan berkembang jika empat unsur terkait terlatih secara optimal, yaitu: 1) potensi, pengetahuan, dan pengalaman pribadi; 2) dorongan internal dan eksternal sesuai dengan kebutuhan pebelajar; 3) proses pembelajaran yang ditunjang oleh iklim belajar, keterlibatan pebelajar secara penuh, dan kebermaknaan belajar; dan 4) produk yang bernilai atau berharga bagi pebelajar dan orang lain.
Hambatan yang sering dialami oleh siswa dalam menulis puisi adalah penuangan ide berupa imajinasi dan citraan ke dalam  penulisan berupa kata-kata pertama untuk mengawali tulisan (puisi). Meskipun sebenarnya ide itu bisa didapatkan dari mana saja, misalnya dari pengalaman diri sendiri; dari cerita orang lain; peristiwa alam; ataupun dari khayalan, menulis memerlukan proses. Padahal, berdasarkan aspek keterampilan berbahasa Indonesia, keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi berbahasa yang harus dimiliki oleh setiap siswa selain keterampilan membaca, mendengarkan, dan berbicara.
Pembelajaran menulis puisi di SMA bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya serta lingkungan hidup. Secara lebih luas, pembelajaran sebagai suatu program untuk mengembangkan pemahaman, penghayatan, dan sikap positif terhadap karya sastra Indonesia.
Hasil pengamatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa merasa tidak dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan imajinasinya. Kondisi ini diperkuat oleh pengamatan sebelumnya bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah  selama ini masih belum mencapai hasil yang diharapkan, apalagi untuk disebut memuaskan ditambah lagi guru lebih banyak menekankan teori dan pengetahuan bahasa daripada mengutamakan keterampilan berbahasa.
Kondisi yang dihadapi guru lebih banyak menyampaikan pengetahuan dan mengacu kepada paham behavioristik dan pendekatan tradisional yang hanya menyediakan dan menuangkan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pendekatan tradisional yang lebih menekankan pada hasil berupa tulisan yang telah jadi, tidak pada apa yang dikerjakan siswa ketika menulis sering diterapkan guru. Siswa berpraktik menulis, mereka tidak mempelajari bagaimana cara menulis yang baik. Peran pengajar dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses tidak hanya memberikan tugas menulis dan menilai tulisan para pembeajar, tetapi juga membimbing pembelajar dalam proses menulis (Tompkins, 1990: 69).
Akhir-akhir ini, konsep pembelajaran bahasa Indonesia lebih khusus menulis kreatif puisi mendekatkan diri kepada paradigma konstruktivisme. Menurut paham ini belajar merupakan hasil konstruksi siswa sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan belajar. Pengkonstruksian pemahaman dalam event belajar dapat melalui proses asimilasi atau akomodasi. Secara hakiki, asimilasi dan akomodasi terjadi sebagai usaha pebelajar untuk menyempurnakan atau merubah pengetahuan yang telah ada di benaknya (Heinich, 2002).
Puisi pada hakikatnya mengomunikasikan pengalaman yang penting-penting karena puisi lebih terpusat dan terorganisasi (Badrun 1989: 2). Puisi berhubungan dengan pengalaman (Perrinel dalam Pradopo, 1990). Beberapa sastrawan telah mencoba memberi definisi sebagai berikut: (1) Puisi adalah seni peniruan, gambar bicara, yang bertujuan untuk mengejar kesenangan; (2) Luapan secara spontan perasaan terkuat yang bersumber dari perasaan yang terkumpul dari ketenangan; (3) Puisi adalah ekspresi konkrit dan artistik pemikiran manusia dalam bahasa yang emosional yang berirama; dan (4) Puisi adalah pengalaman imajinatif yang bernilai dan berarti sederhana yang disampaikan dengan bahasa yang tepat.
Kegiatan menulis puisi merupakan kegiatan produktif-kreatif yang menuangkan pengalaman, imajiner, citraan terhadap lingkungan dengan menggunakan alat pengindraan yang dimiliki. Untuk membantu siswa menuangkan ide-ide kreatif tersebut dibutuhkan MAV, sehingga siswa dapat melakukan re-kreasi atas apa yang dilihat dan didengarnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Sudaryono (2007), re-kreasi dapat diartikan sebagai upaya untuk “menciptakan kembali.” Dalam kondisi ini guru harus memberikan lebih banyak ruang bagi siswa untuk menulis puisi berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam puisi lain yang pernah dibacanya. Melalui bantuan MAV yang menampilkan visualisasi pembacaan puisi dan objek yang sudah dikenal, siswa dimungkinkan dapat melakukan aktivitas menulis puisi dengan teknik re-kreasi.
Permasalahan dalam pembelajaran kreativitas menulis puisi perlu diatasi. Tindakan yang ditempuh adalah adanya upaya yang dilakukan untuk mengefektifkan pembelajaran dalam pengembangan kreativitas menulis puisi. Salah satu upaya yang menurut penulis sinkron dengan permasalahan yang dihadapi adalah menggunakan media belajar yang dapat mempersempit kesenjangan yang dihadapi. Media yang digunakan tentu saja adalah media yang dapat menghadirkan suasana di luar lingkungan belajar ke dalam kelas secara detail, asli, dan dapat membantu siswa mengembangkan kreativitas, pengalaman, pengetahuan dan daya ima-jinasinya. Media yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah media audio visual (MAV) berbentuk video. Di samping kriteria di atas, MAV dapat dikembangkan dengan pendekatan pembelajaran yang kontekstual. Dengan demikian MAV dapat dirancang untuk menampilkan suasana lingkungan yang tidak jauh dari pengalaman dan pengetahuan siswa.
Menurut Nugent (2005, dalam Smaldino, dkk., 2010: 404), banyak guru menggunakan video untuk memperkenalkan sebuah topik, menyajikan konten, menyediakan perbaikan, dan meningkatkan pengayaan. Segmen-segmen video bisa digunakan di seluruh lingkungan pengajaran di kelas, kelompok kecil, dan siswa-siswa perorangan. Berdasarkan karakter-karakter tersebut, maka dipandang perlu mengembangkan media audio visual berbantuk video untuk pembelajaran menulis kreatif puisi.
Pengembangan dan penggunaan MAV dalam pembelajaran menulis kreatif puisi dilakukan untuk menjadikan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Melalui media yang dikembangkan siswa dapat menggunakan secara optimal alat indera yang dimilikinya. Penyerapan materi pembelajaran akan lebih komprehensif. Bagi siswa yang memiliki tipe belajar visual akan semakin mudah menyerap dan mengikuti pembelajaran. Demikian juga dengan siswa yang memiliki tipe belajar audio akan terbantu memahami pelajaran. Siswa yang memiliki tipe belajar audio visual proses pembelajaran akan semakin efektif. Semakin banyak alat indera yang digunakan oleh siswa, maka sesuatu yang dipelajari akan makin mudah diterima dan diingat. Akhirnya media dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih baik. Kenyataan seperti ini belum mendapat perhatian secara serius oleh guru bahasa Indonesia, baik di SMP maupun di SMA. Atas dasar pemikiran di atas, maka penelitian pengembangan ini diberi judul, “Pegembangan Media Audio Visual dalam Pembelajaran Menulis Kreatif Puisi Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas.”
Penelitian pengembangan ini bertujuan mendeskripsikan proses pengembangan media audio visual dalam pembelajaran menulis kreatif puisi dan menyediakan media audio visual untuk pembelajaran menulis kreatif puisi  siswa SMA. Di samping itu, pengembangan media ini bertujuan untuk melihat efektivitas pembelajaran yang menggunakan produk media audio visual yang dikembangkan. Spesifikasi produk yang dikembangkan adalah sebuah media audio visual yang menyajikan video pembelajaran dengan menampilkan visualisasi yang kontekstual dengan dengan lingkungan siswa. Penyajian visualisasi tersebut bertujuan untuk membimbing siswa mengkonstruk pengalamannya ke dalam situasi belajar.
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pebelajar mengkontruksi arti teks, dialog, penglaman fisis, dan bahan belajar seperti media audio visul. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari. Hakikat belajar bercirikan sebagai berikut: a) belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang dilihat, didengar, dirasa, dan dialami. Belajar berarti juga perubahan; b) belajar adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru, diadakan rekonstruksi; c) hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya; d) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru, belajar juga bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang; dan e) proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut, situasi inilah yang baik untuk memacu belajar siswa. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui mengenai konsep-konsep  tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan atau media yang dipelajari atau digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ekwal dan Shanker (1998) dalam Paul Ginnis (2008: 28) menemukan, bahwa orang pada umumnya dapat mengingat tentang: 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar, 70% dari apa yang mereka ucapkan, dan 90% dari apa yang mereka ucapkan dan lakukan bersama-sama. Hasil penelitian ini mengisyaratkan, bahwa pembelajaran yang berhasil membangkitkan dan menumbuhkan kreativitas siswa merupakan pembelajaran yang melibatkan sumber dan media pembelajaran. Menurut Degeng (1993: 2) pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar, terencana yang menggunakan sumber-sumber belajar dalam rangka membelajarkan peserta didik. Perencanaan pembelajaran yang baik dengan memanfaatkan sumber dan media pembelajaran akan berdampak kepada daya ingat dan daya cipta siswa.
Media yang dimaksud dalam penelitian pengembangan ini adalah media audio visual (MAV). Menurut Sadiman (2008), Heinich (2002), Criticos (1996), Raharjo (1989), Gagne (1986), mendefinisikan bahwa media merupakan medium yang berguna sebagai perantara pesan sehingga terjadi komunikasi antara pengirim dengan penerima. Pesan yang dimaksudkan dalam konteks tersebut tentu saja pesan-pesan pembelajaran. Sementara itu menurut Sanaky (2009) dan Smaldino, dkk. (2005), Anderson (1994), menyatakan bahwa MAV merupakan media yang memadukan dua karakter yang berbeda, yaitu audio dan visual yang disajikan secara elektronik.
MAV dikembangkan untuk pembelajaran menulis kreatif puisi dengan beberapa tujuan, yaitu untuk membangun kedekatan objek yang dimaksudkan dengan siswa serta membangun motivasi dan kreativitas siswa. Pengembagan MAV untuk pembelajaran menulis puisi memberikan manfaat sebagaimana diungkapkan Miarso (2007: 458-460), di antaranya: 1) media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak, sehingga otak dapat bekerja secara maksimal; 2) media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa; 3) media dapat melampaui ruang kelas; 4) media memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan; 5) media dapat menghasilkan keragaman pengamatan; 6) media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru; 7) media dapat membangkitkan motivasi belajar; 8) media memberikan pengalaman secara menyeluruh, baik yang abstrak maupun kongkrit.
Melihat dari bentuk dan karakter yang ditampilkan, MAV termasuk dalam kategori multimedia. Mayer (2001:3), mendefinisikan multimedia sebagai presentasi materi dengan menggunakan kata-kata sekaligus gambar-gambar. Yang dimaksud dengan ‘kata’ di sini adalah materinya disajikan dalam verbal form atau bentuk verbal, misalnya menggunakan teks kata-kata yang tercetak atau terucapkan. Yang dimaksud dengan ‘gambar’ adalah materinya disajikan dalam pictorial form atau bentuk gambar. Hal ini bisa dalam bentuk menggunakan grafik statis (termasuk: ilustrasi, grafik, foto, dan peta) atau menggunakan grafik dinamis (termasuk: animasi, dan video. Singkatnya, menurut Mayer multimedia learning adalah belajar dari kata-kata dan gambar.
Sementara itu menurut Ivers dan Barron (2006:2), multimedia adalah penggunaan dari beberapa media untuk menyajikan keterangan. Kombinasi penggabungan beberapa karakter dalam multimedia meliputi teks, grafis, gambar, video, dan suara. Mengapa orang menggunakan multimedia dalam pembelajaran, menurut Ivers dan Baron (2006: 3), karena multimedia dapat memproyeksikan dan melibatkan siswa untuk bekerja kelompok, siswa dapat mengekspresikan pengetahuan mereka dalam berbagai bentuk, menyelesaikan masalah, memperbaiki/mengoreksi hasil pekerjaan mereka sendiri, dan dapat membangun pengetahuan. Para siswa mempunyai kesempatan untuk mempelajari dan menerapkan keterampilan dalam dunia nyata. Siswa dapat mempelajari nilai-nilai dari kerjasama sekelompok.
Menciptakan multimedia pembelajaran dalam memproyeksikan dan menolong penggunaan teknologi keterampilan siswa dalam rangka mempersiapkan mereka untuk siap memasuki dunia kerja dan pendidikan lanjutan. Untuk mempergunakan teknologi secara efektif di kelas, Yelland (1999: 44, dalam Ivers dan Barron, 2006: 3) mencatat ada lima tujuan yang harus dilakukan, yaitu: 1) mengintegrasikan teknologi dan kurikulum; 2) meningkatkan belajar aktif, evaluasi, dan pemecahan masalah yang melibatkan siswa, baik secara individu maupun kolaboratif dalam kelompokdengan mempergunakan keterampilan sesuai dengan alam lingkungan  mereka; 3) teknologi dipergunakan untuk menyajikan dan mewakili ide-ide yang ingin disampaikan; 4) mengembangkan definisi baru dari permainan dan konsepsi yang mendasar; dan 5) mengembangkan keterampilan melek huruf melalui media yang melibatkan  daya kritis dengan meneliti penggunaan teknologi dan memperoleh keterangan dari penggunaan media tersebut.
Prinsip pengembangan MAV pembelajaran menulis puisi mengacu kepada paham konstruktivistik. Menurut Gregory (dalam Wahidin, 2009), salah satu petunjuk yang harus dipersiapkan seorang guru yang baik dalam mengajar, carilah hubungan antara apa yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hubungan-hubungan inilah yang akan menentukan nilai praktis penerapan dari pelajaran itu.
Teori konstrukvistik menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan‑aturan dan merevisinya apabila aturan‑aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar‑benar memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide‑ide (Piaget dan Vygotsky dalam Slavin,1994: 225). Menurut Dougiamas,1998,  Halpin,1999, Cohen, 1993, (dalam Cey, 2001), bahwa siswa harus menggunakan teknologi sebagai cara belajar, bukan sebagai alat dalam sistem yang ada. Teknologi mampu mengubah pendidikan sebagai pintu gerbang ke masa depan. Hal ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang otentik, menantang, interaktif, dan mendalam. Teknologi yang dimaksudkan dapat diterjemahkan sebagai MAV. MAV yang memuat pesan pembelajaran yang kontekstual dapat menumbuhkan daya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran menulis kreatif puisi.

METODE PENGEMBANGAN
Menurut definisi yang disampaikan oleh Ely (1996:35) bahwa, “Development is process of translating the design specification into physical form.” Pengembangan merupakan proses menerjemahkan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Dalam ilmu bangunan pengembangan mewujudkan rencana bangunan menjadi bentuk fisik. Maka dalam teori pembelajaran, pengembangan ialah mewujudkan rencana pembelajaran ke dalam bentuk spesifikasi produk menjadi produk pembelajaran. Pengembangan mencakup berbagai teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Namun demikian, pengembangan tidak berdiri sendiri melainkan tetap terkait dengan fungsi evaluasi, manajemen, desain dan pemanfaatannya.
Pengembangan produk pembelajaran merupakan serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk pembelajaran berdasarkan teori dan model pengembangan yang ada. Lingkup kerja dalam penelitian pengembangan ini mengkaji secara sistematis proses pendesainan, pengembangan produk, dan evaluasi produk yang dihasilkan yang harus memenuhi kriteria validitas dan efektivitas. Proses pengembangan pembelajaran juga diperlukan keterlibatan beberapa pakar, teman sejawat dan pengguna.
Model desain pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Alessi dan Trollip’s (2001, dalam Patwary, 2009:27). Model Alessi dan Trollip’s (MAT) memiliki kriteria yang dipersyaratkan dalam proses tindakan pengembangan multimedia. Model pengembangan multimedia interaktif memiliki beberapa syarat, ketiga syarat tersebut masing-masing mempunyai kelengkapan yang harus ada dalam setiap tahapan, masing-masing tahapan berisikan bermacam isu-isu yang ditujukan untuk melakukan tindakan. Ketiga atribut atau kelengkapan tersebut adalah standarisasi, evaluasi berkelanjutan, dan manajemen proyek. Ketiga tahapan ini dituangkan dalam  bentuk perencanaan, perancangan dan pengembangan.
 MAT memiliki tiga pilar utama pengembangan, yaitu  standarisasi, evaluasi berkelanjutan, dan manajemen proyek. Ketiga pilar utama ini dikembangkan ke dalam tiga langkah pokok, yaitu perencanaan (planning), perancangan (design), dan pengembangan (development). Masing-masing langkah pokok tersebut memiliki tahapan yang spesifik sehingga memungkinkan setiap tahap berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Model Alessi dan Trollip’s (2001) dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Model Pengembangan Media Alessi and Trollip’s (dalam Patwary, 2009: 27).

Ketiga langkah pokok dalam MAT tersebut di atas memiliki tugas sebagai berikut: Perencanaan, meliputi: Membuat Ruang Lingkup, Identifikasi Karakteristik Siswa, Membuat Batasan, Estimasi Pembiayaan, Draf Dokumen Perencanaan, Mengumpulkan dan Menentukan Sumber Daya, Curah Pendapat, Mendefenisikan Tampilan, Menentukan Subjek Evaluasi. Perancangan, meliputi: Mengembangkan Gagasan, Mendesain Tindakan dan Analisis Konsep, Membuat Program Pendahuluan, Mempersiapkan Prototype, Membuat Catatan untuk Tindakan, Menentukan Subjek untuk Menilai Produk. Pengembangan, meliputi: Mempersiapkan Skenario, Melakukan Pengkodean Bagian Produksi, Membuat Storyboards, Pengambilan Efek Audio dan Visual, Proses Editing, Alfa Tes, Revisi Produk, Beta Tes, Revisi Akhir, Validasi dari Ahli dan Hasil Uji Lapangan, Produk Akhir.
Berlandaskan pada MAT di atas, pengembang melakukan proses pengembangan MAV dengan menganalisis standar isi pembelajaran, yaitu standar kompetensi menulis kreatif puisi. Siswa yang menjadi subjek uji coba produk pengembangan adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Kota Jambi. Proses selanjutnya adalah merancang MAT sesuai dengan karakteristik dan kondisi kontekstual siswa. Perancangan dilakukan untuk mendapatkan produk yang memenuhi standar, baik dari sisi keilmiahan teknologi pembelajaran, prinsip pengembangan media, maupun materi yang disajikan.
Langkah selanjutnya adalah melakukan proses pengembangan. Hasil pengembangan selanjutnya divalidasi oleh tiga akhli, yaitu ahli Teknologi Pembelajaran, Prof. Dr. H. Sjarkawi, M.Pd, ahli Media Pembelajaran, Dr. rer.nat. H. Rayandra Asyhar, M.Si, dan ahli Materi Pembelajaran, Dr. Hary Soedarto Harjono, M.Pd. Setelah dinyatakan layak oleh ketiga ahli tersebut, produk selanjutnya diujicobakan kepada siswa. Uji coba dilakukan terhadap tiga kategori, yaitu uji coba satu-satu (3 orang yang mewakili siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah), uji coba kelompok kecil (5 orang siswa), dan uji coba kelompok besar (15 orang siswa). Di samping itu produk diujicobakan juga terhadap guru mata pelajaran.
Jenis data yang diperoleh pada tahap validasi ahli dan uji coba produk pengembangan bersifat kualitatif dan kuantitatif.  Data kualitatif diperlukan sebagai informasi untuk melakukan reivisi produk dan untuk melihat, apakah produk pengembangan dapat digunakan dengan baik atau tidak. Data kualitatif diperoleh berupa tanggapan dan saran perbaikan yang diperoleh dari hasil ongoing evaluation, alfa tes dan beta tes. Di samping itu, diperoleh juga data pendukung yang diperoleh dari proses pengamatan dan wawancara. Data yang diperoleh meliputi: 1) ketepatan materi yang diperoleh dari ahli teknologi pembelajaran; 2) ketepatan desain media yang diperoleh dari ahli media pembelajaran; 3) kualitas unsur-unsur media yang diperoleh dari alfa tes dan beta tes; 4) kemenarikan menggunakan media yang diperoleh dari ujicoba lapangan. Tanggapan ahli dan hasil uji coba lapangan selanjutnya di skor dalam bentuk data kuantitatif.
Data yang dihimpun dari serangkaian hasil uji coba serta tinjauan para ahli, dari fungsinya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni: (1) data evaluasi tahap pertama atau hasil alfa tes sebagai pijakan untuk melakukan revisi; dan (2) data evaluasi lapangan atau uji coba lapangan yang berguna untuk menilai kualitas produk pengembangan.
Data kuantitatif diperlukan untuk menentukan tendensi jawaban subjek uji coba terhadap produk yang dicobakan. Data kuantitatif diperoleh dari tinjauan ahli rancangan (angket 1), ahli media pembelajaran (angket 2), ahli materi pembelajaran (angket 3), tanggapan guru mata pelajaran bahasa Indonesia (angket 4), uji coba perorangan (angket 5), uji coba kelompok kecil (angket 6), dan uji coba kelompok besar (angket 7). Kedua jenis data ini dipergunakan untuk melakukan revisi produk pengembangan media audio visual pembelajaran menulis kreatif puisi.
Dalam upaya pengumpulan data digunakan beberapa instrument, yaitu: (1) angket untuk ahli rancangan pembelajaran; (2) angket untuk ahli media; (3) angket untuk ahli materi; (4) angket uji coba guru mata pelajaran; (5) angket uji coba perorangan; (6) angket uji coba kelompok kecil; dan (7) angket uji coba kelompok besar. Menurut Moloeng (dalam Sumarno, 2004: 102), bahwa untuk mengumpulkan data dapat dilakukan dengan menggunakan instrument penelitian, seperti (1) observasi; (2) catatan lapangan; (3) wawancara; dan (4) dokumentasi. Untuk memperoleh masukan, saran perbaikan dalam melakukan revisi produk pengembangan, pengembang menggunakan teknik pengumpulan data berupa diskusi, konsultasi, wawancara, observasi, dan pengisian angket serta dokumentasi.
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang berhubungan dengan uji coba produk pengembangan, khususnya yang berhubungan dengan analisis bidang studi dan media pembelajaran adalah teknik analisis deskriptif. Analisis isi dan media dilakukan untuk mengolah data yang diperoleh dari tinjauan ahli isi dan tinjauan rancangan, ahli media, dan ahli materi.
Data kuantitatif berupa masukan dan komentar dikelompokkan dan kemudian dianalisis secara kuantitatif untuk keperluan penskoran dan menempatkan pada posisi mana produk pengembangan (sangat layak, layak, tidak layak, sangat tidak layak). Sementara itu, analisis deskriptif dengan teknik penghitungan persentase digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dari ahli rancagan, ahli media, ahli materi, dan uji coba lapangan. Data dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Jawaban x bobot tiap pilihan
            Nilai validitas    = ------------------------------------------           x 100%
                                                n x Jumlah skor tertinggi
Untuk keperluan pengambilan keputusan mengenai layak tidaknya produk pengembangan ini, maka digunakan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut.
Tabel 1. Kriteria Kelayakan Produk Pengembangan

Penilaian mencapai rata-rata 80% sampai 100%, kualifikasi sangat layak. Penilaian nilai rata-rata 66% sampai 79%, kualifkasi layak digunakan. Penilaian 0% sampai 55% dan 56% sampai 65%, kualifikasi sangat/kurang layak untuk digunakan.

PEMBAHASAN
Pengembangan MAV dilakukan berdasarkan tahapan sebagaimana yang terdapat dalam MAT. Hasil pengembangan selanjutnya dilakukan uji kelayakan atau validasi oleh ahli yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil validasi yang dilakukan, produk MAV dinyatakan layak untuk diteruskan dalam uji coba lapangan. MAV yang dikembangkan telah memenuhi standar berdasarkan perancangan teknologi pembelajaran, standar pengembangan media pembelajaran, dan standar materi pembelajaran. Dari angket yang disampaikan kepada Ahli Teknologi Pembelajaran, 96% menyatakan bahwa MAV layak digunakan kerena telah memenuhi standar perancangan dan pengembangan teknologi pembelajaran. Ahli Media Pembelajaran memberikan tanggapan 87,78%, bahwa MAV layak digunakan karena telah memenuhi prinsip-prinsip dan kriteria pengembangan media audio visual. Sementara itu, Ahli Materi Pembelajaran memberikan tanggapan 84%, bahwa MAV layak digunakan karena telah memuat materi dan kriteria penyampaian yang memenuhi standard penyampaian pesan kepada siswa.
Hasil uji coba perorangan penggunaan MAV yang dikembangkan diperoleh data, bahwa siswa menyukai pembelajaran menulis puisi. Angka responsif memperlihatkan 85,8% siswa menyukai pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV karena dapat menumbuhkan semangat dan motivasi. Di samping itu MAV dapat mempertajam daya ingat, dapat menghubungkan daya imajinasi dengan objek yang divisualkan, serta dapat memperkaya kosa-kata dengan bantuan objek tayanga. Siswa menghendaki pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV dapat dilakukan pada jam pembelajarn 1-4 dengan alasan daya ingat dan daya resap pembelajaran masih segar.
Tanggapan siswa terhadap penggunaan media audio visual dalam pembelajaran menulis kreatif puisi cukup apresiatif. Menurut siswa media audio visual membuat mereka senang mengkuti pembelajaran. Tayangan melalui media audio visual dapat membantu pemahaman terhadap materi pembelajaran, sehingga proses ini memudahkan dalam penyelesaian tugas dan latihan-latihan yang diberikan. Media audio visual dapat membantu dan membimbing siswa untuk menulis puisi lebih baik. Siswa dapat menulis puisi seperti yang dicontohkan dengan bentuk yang baru melalui teknik re-kreasi berdasarkan visualisasi objek yang ditayangkan. Keterampilan siswa  menulis puisi saat uji coba perorangan terlihat seperti pada contoh berikut.
Hamparan Sawah Terbentang
Oleh: Ovi Octavia       (Kelas  X7)

Padi yang bergoyang
Diterpa angin yang berhembus kencang
Hamparan sawah yang terbentang
Dihiasi capung-capung yang terbang

Sungai mengalir ke hilir
Menyapu gondang yang hendak ingin pulang

Gubuk tua yang berdiri di tengah paparan sawah
Menyaksikan padi-padi yang sedang bergoyang
Diterpa sinar mentari senja

Langit terbentang tanpa tiang
Dihiasi awan-awan yang menunggu petang
Menyaksikan matahari yang perlahan tenggelam

Senja itu, menunjukkan
Kebesaran sang pencipta alam semesta

Puisi di atas memperlihatkan keterampilan siswa yang telah dapat mengapresiasi visualisasi objek dengan baik. Siswa menulis puisi dengan tema keindahan alam sebagai suatu ciptaan Tuhan. Siswa membangun irama puisi dengan memperhatikan persamaan bunyi atau rima, seperti: bergoyang, kencang, terbentang, dan terbang pada bait pertama. Rima lain seperti pada baris pertama bait kedua: mengalir ke hilir. Di samping itu, siswa secara bebas mengekspresikan puisi dalam beberapa bait secara bebas. Siswa membangun puisi tersebut dalam lima bait. Masing-masing bait ditulis dalam jumlah baris yang berbeda. Misalnya bait pertama terdiri dari empat baris, bait kedua dan kelima terdiri dari dua baris, dan bait ketiga dan keempat terdiri dari tiga baris.
Sebagai bahan perbandingan, berikut disajikan sebuah puisi yang ditulis siswa tidak dengan bantuan media audio visual.
Jembatan Aurduri
Karya: Opy Caesar kelas X5

Aliran sungai Batang Hari
yang elok
dibelah oleh jembatan
yang mewah dan berharga



Panjangnya pun
dapat membuat warga
merasa bangga
aku rasa inilah
jembatan yang membuat
Jambi jadi kota besar
                                               
Puisi pertama yang ditulis Ovi Octavia terasa memiliki jiwa karena pilihan kata, bait, irama, dan rima yang saling mengisi. Sehingga kata-kata dalam puisi tersebut menyatu menggambarkan perasaan penulis untuk menggambarkan keindahan alam yang dirasakan. Perasaan penulis dalam menuangkan kata-kata tersebut merupakan salah satu bentuk refleksi penulis terhadap visualisasi yang dilihatnya.
Uji coba kelompok kecil terhadap 5 orang siswa memperlihatkan angka responsif siswa sebesar 87,5% siswa menyukai pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV. Pengamatan pengembang selama proses uji coba dilakukan, siswa intens melakukan pembelajaran di kelas. Tidak ada siswa yang meminta izin keluar atau melakukan aktivitas di luar konteks pembelajaran. Siswa melakukan unjuk kerja menulis puisi secara tuntas.
Apresiasi siswa dalam mengekspresikan keindahan objek alam yang divisualisasikan melalui media audio visual dapat dilihat dalam salah satu puisi karya Leni Puspita Sari, Kelas X8 saat uji coba kelompok kecil berikut.
Awan berarak setelah gerimis
Menatap luas langit biru
Hijau rumput terbentang di alam raya
Menyaksikan pepadian beriak riang

Sungai mengalir ke hilir
Angin bertiup semilir
Asap merayap di atas atap
Orang-orangan sawah bergoyang mengusir burung pipit
Reranting pohon berujung lentik
Mengiring tetarian padi

Anak-anak kecil bermain alang-alang terbang
Mengusir capung di ujung daun
Petani pulang petang
Meniti kayu sebatang
Melintas air mengalir
Menghela angin yang semilir

Harus dengan kata apa
Aku berkata
Tuhan, begitu agung Kau cipta
Alam semesta
Puisi karya Leni Puspita Sari di atas menguraikan begitu agungnya ciptaan Tuhan. Penulis seperti kehabisan kata-kata untuk menguraikan begitu luas dan besarnya keesaan Sang Pencipta. Penulis mendeskripsikan ciptaan Tuhan dalam empat bait puisi. Pilihan kata yang baik membuat suasana puisi lebih hidup dan mengalir apa adanya. Penulis juga memperhatikan rima yang baik, sehingga memunculkan ritme atau irama yang harmonis.
Kualitas hasil unjuk kerja siswa memperlihatkan ketajaman dalam merespon visualisasi dari MAV. Misalnya, pilihan kata, irama, rima, dan ritma puisi yang diciptakan. Pilihan kata yang menggambarkan pemanfaatan rima atau pesamaan bunyi dapat dilihat dari kata-kata: mengalir, ke hilir, semilir, asap, merayap, di atap, alang-alang, terbang, capung, di ujung, petang, dan sebatang. Pilihan kata-kata yang dituangkan penulis merupakan ekspresi yang didapat dari visualisasi dalam medua audio visual. Dengan demikian, tayangan media audio visual dapat menginspirasi penulis untuk membuat puisi secara kreatif.
Bandingkan puisi yang ditulis Leni Puspita Sari di atas, dengan puisi yang ditulis tanpa bantuan media oleh Shella Chintia berikut ini.
Alam Jambiku
Karya: Shella Chintia Kelas X5

Alangkah indahnya alamku ini
Udara yang sejuk di pagi hari
Membuka hari di kota Jambi
Indah suara sungai Batanghari
Terasa nyaman di hati
Yang terletak disepanjang sudut kota ini

Di tepi sungai di kala fajar
Sungguh mempesona pemandangan ini
Memandang keindahan matahari tenggelam
Begitu menghiasi kota Jambi

Adat istiadat, terindah di Kota Jambi
Tersusun rapi candi di Muaro Jambi
Corak menyorak cirri khas bahasanya
Tertanda inilah alam Jambiku

Aku bangga, aku bahagia
Merasa indah di alamku
Tercipta suasana yang orangpun tau
Bahwa kota inilah kota Jambiku

Jika dibandingkan dengan puisi karya Leni Puspita Sari, puisi karya Shella Chintia belum memiliki kesan keindahan. Penyusunan bait sudah tertata rapi, tetapi pilihan kata, rima, serta irama yang terdapat dalam puisi tersebut belum diperhatikan dengan baik. Dengan demikian, puisi Shella pun seperti karangan deskriptif yang dibuat dalam bentuk bait-bait puisi. Di samping itu, kelogisan penggunaan kata dan suasana dalam puisi belum terlihat baik. Sebagai contoh: di tepi sungai di kala fajar tetapi pada baris berikutnya terdapat baris kata-kata yang bertentangan, yaitu: Memandang keindahan matahari tenggelam. Di satu sisi penulis ingin menggambarkan suasana fajar yang biasanya diiringi dengan saatnya matahari terbit. Tetapi, pada kalimat berikutnya penulis menggambarkan matahari terbenam. Suatu penggambaran imajinasi yang bertentangan yang ditampilkan pada saat yang bersamaan dalam bait puisi. Hal ini tentu saja memperlihatkan kekurangpahaman penulis dalam menggambarkan suasana dan keadaan.
Kekurangmampuan siswa dalam dalam menulis puisi sebagaimana diperlihatkan dalam puisi Opy Caesar (uji coba perorangan) dan Shella Chintia (uji coba kelompok kecil) tersebut disebabkan oleh ketidakbiasaan menulis puisi. Siswa belum terbiasa merefleksikan apa yang mereka lihat, rasakan, dan ingat untuk dituangkan dalam bentuk puisi. Keterbatasan penguasaan kata-kata juga menjadi faktor mengapa puisi siswa terasa belum memiliki jiwa, sehingga pilihan-pilihan kata yang semestinya lebih bermakna tidak tampak dalam puisi yang ditulis. Hal ini sangat berbeda dengan puisi siswa yang ditulis dengan bantuan media audio visual sebagaimana telah dipaparkan.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan penuh antusias, aktif dan bersemangat serta penuh motivasi. Hal ii diperlihatkan dari ketuntasan melakukan unjuk kerja membuat puisi berdasarkan tayangan MAV. Sama halnya dengan uji coba perorangan, siswa uji coba kelompok kecil menghendaki pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV dapat dilakukan pada saat jam pembelajaran 1-4 dengan alasan daya serap yang masih segar. Di samping itu, mereka menghendaki pembelajaran dapat dilakukan di ruangan yang luas dan sejuk.
Uji coba kelompok besar yang dilakukan terhadap 15 orang siswa memperlihatkan data responsif siswa sebesar 85,3%. Siswa dapat mengikuti pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV secara baik dan kondusif. Merespon tayangan MAV siswa melakukan diskusi kecil dengan teman sebelahnya, menuliskan hasil pengamatan dan mendiskusikan hasil tulisan dalam bentuk puisi dengan teman sebelahnya.
Seperti halnya uji coba kelompok kecil, pada uji coba kelompok besar siswa dapat menulis puisi dengan memperhatikan bait, irama, dan rima secara baik. Siswa mampu menulis puisi dengan kualitas pilihan kata, kekayaan makna, dan kualitas permainan bunyi/rima yang serasi dalam sebuah puisi. Sebagai contoh puisi karya  Merina Nindi Putri, Kelas X4 berikut ini
Suatu Sore Menjelang Petang
Beriak-riak kutapaki jalanan petang
Beringai-ingai padi-padi yang menjulang
Menyisir rerumputan ilalang berkembang terbang
Angin berhembus membangunkan dedaunan
Dan  pepadian pun ikut bergoyang

Anak-anak bermain di sawah dengan senyum mengembang
Asap-asap merayap ke upuk barat
Perjalanan pun tenang damai
Terbekas jejak kaki pada lumpur sawah
Bersama gondang yang merayap pulang ke sarang

Suatu sore menjelang petang
Langit-langit membiru mulai berubah jingga
Awan-awan yang mulai kelam damai
Hingga mataharipun rebah ke peraduan
Tuk menutupi dirinya
Dan terbaring ke haribaan malam

Puisi karya siswa di atas walaupun belum terlihat sempurna, namun telah memperlihatkan kepekaan penulis menangkap simbol-simbol yang ditayangkan melalui MAV, kemudian diterjemahkan dalam bentuk kata-kata yang indah. Siswa berusaha menulis puisi tersebut dengan memperhatikan bait, rima, serta irama yang terbangun dari pilihan-pilihan kata. Misalnya, terdapat pengulangan kata dengan akhiran yang sama untuk menciptakan rima dan irama puisi, seperti asap-asap merayap pada baris kedua bait pertama. Atau penggunaan rima terbuka dengan memanfaatkan bunyi /ang/ pada kata-kata gondang yang merayap pulang ke sarang. Secara umum dapat dikatakan, bahawa siswa telah mampu menerjemahkan objek yang ditayangkan dalam bentuk katakata menjadi sebuah puisi. Contoh di atas sebagian dari beberapa karya siswa yang memiliki kemiripan dalam merespon tayangan MAV dalam proses pembelajaran menulis puisi.
Kondisi lain yang dapat diamati dalam uji coba kelompok besar, bahwa siswa mengendaki proses pembelajaran dilakukan diruangan yang tenang, memiliki sarana audio visual yang memadai dan bimbingan guru yang dapat membangkitkan daya re-kreasi dalam menulis puisi. Ruangan yang luas dan tenang diyakini siswa akan dapat membantu siswa mengembangkan daya imajinasi, kreativitas, dan membantu aktivitas penuangan ide dalam bentuk puisi.


                                                         
KESIMPULAN
Untuk mendapatkan sebuah produk pengembangan media yang baik, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah menganalisis kebutuhan. Berdasarkan kebutuhan yang ada dilakukan analisis terhadap beberapa aspek, yaitu analisis kurikulum pembelajaran, analisis siswa, analisis sumber belajar, dan analisis referensi pengembangan. Hasil analisis selanjutnya dituangkan dalam sebuah rancangan pengembangan yang mengacu kepada MAT. Pendapat yang direkomendasikan oleh ahli saat proses validasi dipadukan untuk memperbaiki dan melengkapi media yang diproduksi. Pendapat tersebut, milputi: kesesuaian tayangan dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian durasi tayangan, kesesuaian gambar, ilustrasi animasi, penggunaan musik ilustrasi, penggunaan huruf, narasi, model atau pelaku, teknik pengambilan gambar, dan teknik pengeditan video.
Berdasarkan hasil validasi dan uji coba lapangan terhadap media audio visual yang dikembangkan terdapat beberapa kondisi lingkungan belajar yang dapat mendukung pencapaian hasil belajar yang baik dengan dukungan media audio visual, yaitu: a) Harus memiliki sarana dan fasilitas yang mendukung pengoperasian media, seperti: listrik, komputer, perangkat sound sistem, dan ruangan yang proporsional. b) Media audio visual hanya dapat digunakan dengan baik dan lancar jika guru dan siswa telah memiliki kemampuan untuk mengoperasionalkan perangkat elektronik.
Di samping itu, guru yang dikehendaki harus mampu mendesain pesan yang diterjemahkah dalam bentuk visualisasi yang pada akhirnya akan menjadi pesan pembelajaran yang dapat diterjemahkan siswa dalam bentuk puisi sesuai dengan tingkatan perkembangannya. Guru juga harus memiliki karakteristik menguasai substansi pembelajaran, mulai dari kemampuan menganalisis standar isi sampai kepada proses pembelajaran di dalam kelas. Jika tidak memenuhi karakteristik tersebut, maka media audio visual yang digunakan tidak lebih dari hanya sebuah tayangan yang tidak memiliki makna apa-apa bagi siswa.
Siswa perlu dilibatkan untuk membantu guru dalam mengefektifkan waktu pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara harmonis dalam proses komunikasi pembelajaran. Karakteristik siswa yang dikehendaki oleh media audio visual ini adalah siswa yang memiliki kemampuan untuk menangkap pesan, baik secara audio maupun secara visual. Media audio visual tidak akan berfungsi secara maksimal, jika siswa mengalami hambatan dalam hal visual atau audio. Dengan sendirinya siswa tidak akan mampu untuk mengerjakan dari apa yang diperolehnya.
Pesan yang terkandung dalam media audio visual idealnya mencerminkan pengalaman kontekstual siswa. Pesan akan dapat diterjemahkan dan menginspirasi siswa jika pesan yang berupa tayangan merupakan objek yang sudah dikenal siswa. Di samping berorientasi kepada pengalaman kontekstual, pesan dalam media audio visual juga harus dapat diterjemahkan oleh guru dalam bentuk pesan-pesan pembelajaran. Durasi penayangan pesan tidak terlalu pendek dan tidak juga terlalu panjang. Artinya, pesan disampaikan untuk membantu siswa dalam merefleksikan citraan atau pengimajian pengalaman dalam bentuk puisi. Jika terlalu pendek, siswa akan mengalami kesulitan merekam pesan yang ada, dan jika terlalu panjang akan membuat siswa merasa bosan dan waktu pembelajaran menjadi kurang efektif. Oleh karena itu, guru harus memberikan penjelasan kepada siswa tentang pesan yang akan ditayangkan dengan alokasi waktu yang proporsional.
Media audio visual yang dikembangkan ini hanya terbatas pada materi pembelajaran menulis kreatif puisi dengan tema pemandangan alam. Lingkungan belajar yang baik untuk menggunakan media audio visual berdasarkan uji coba, adalah dalam ruangan yang luas (sejuk dan nyaman) dan waktu pembelajaran pagi hari (jam pelajaran 1-4). 

DAFTAR RUJUKAN
Anderson, Ronald. Pemilihan dan Pengembangan Media Video Pembelajaran. Jakarta: Grafindo Pers. 1994.

Badrun, Ahmad. Teori Puisi. Jakarta : FKIP Universitas Mataram. 1989.

Cey, Thelma. Moving Towards Constructivist Classrooms. http://www.usask.ca/education/-coursework/ceyt/ceyt.htm, Diundu, 29 Nopember 2010.

Degeng, I Nyoman Sudana. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Pusat Antar Universitas Depdikbud RI, Dirjen Dikti. 1989.

Degeng, I Nyoman Sudana. Buku Pegangan Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pusat Antar Universitas Depdikbud RI, Dirjen Dikti. 1993.

Ginnis, Paul. Teacher’s Toolkit. California: Thousand Oaks. 2008.

Heinich, Robert. Michael Molenda, James D. Russell, Sharon E. Smaldino. Instructional Media and Technologies for Learning, 5th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs. 1996.

Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S.E. Instructional Media and Technology for Learning, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs. 2002.

Ivers, Karen S, dan Ann E. Barron. Multimedia Projects in Education Designing, Producing and Assessing. USA: Greenwood Publishing Group. 2006.

Mayer, Richard E. Multimedia Learning Prinsip-prinsip dan Aplikasi. New York: Cambridge University Press. 2001.

Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Puste-kom DIKNAS & Kencana. 2007.

Patwary, Md. Abdullah Al-Mamun. Teknik Evaluasi Multimedia Pembelajaran. Yogyakarta: Genius Prima Media. 2009.

Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada Uni-versity Press. 2009.

Sadiman, A.S. Media Pendidikan: Pengeratian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Cv. Rajawali. 1986.

Sadiman, Arief. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatan. Jakarta: Grafindo Pers. 1993.

Sanaky, Hujair AH. Media Pembelajaran. Yogjakarta: Safiria Insania Press. 2009.

Santrock, John W. Psikologi Pendidikan. Texas at Dallas: McGraw-Hill Company Inc. 2007.

Slavin, R.E. Using Team Learning (4th ed). Baltimore: Johns Hopkins University, Center for Research on Elementary Schools. 1994.

Smaldino, Sharon E, Deborah L Lowther, James D. Russel. Instructional Technology and Media for Learning Ninth Edition. New Jersey: Upper Saddle River. 2010.

Sudaryono. Implementasi Strategi “Re-kreasi” dalam Pembelajaran Menulis Kreatif Puisi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Certel, Vol.3 Nomo 2, Januari 2007, hal. 155-163.

Suntari. Upaya Mengefektifkan Pengembangan Kreativitas Menulis Puisi,  Jurnal Pendidikan Dasar dan Menengah. Vol.4, No.5 dan 6. Surabaya, Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLP, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur. 2002.

Tompkins, Gail E. Teaching Writing Balancing Process and Product. New York: Macmillan Publishing Company. 1990.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]