Sofyan Zaibaski, S.Pd., M.Pd.
Guru bahasa Indonesia SMA Negeri 2 Kota Jambi
Peraih Juara 1 Lomba Keberhasilan Guru (LKG) dalam pembelajaran kategori SMA nonsains
PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah atas
(SMA) yang di dalamnya terdapat keterampilan menulis puisi merupakan aktivitas belajar
yang bersifat produktif kreatif. Artinya, pembelajaran dilakukan agar siswa
mampu memproduksi karya dalam bentuk puisi dan memanfaatkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk sampai kepada proses memproduksi puisi, diperlukan sebuah
proses kreatif. Menurut Suntari (2002: 85), proses kreatif akan berkembang jika
empat unsur terkait terlatih secara optimal, yaitu: 1) potensi, pengetahuan,
dan pengalaman pribadi; 2) dorongan internal dan eksternal sesuai dengan
kebutuhan pebelajar; 3) proses pembelajaran yang ditunjang oleh iklim belajar,
keterlibatan pebelajar secara penuh, dan kebermaknaan belajar; dan 4) produk
yang bernilai atau berharga bagi pebelajar dan orang lain.
Hambatan yang sering dialami oleh siswa dalam menulis puisi adalah
penuangan ide berupa imajinasi dan citraan ke dalam penulisan berupa kata-kata pertama untuk
mengawali tulisan (puisi). Meskipun sebenarnya ide itu bisa didapatkan dari
mana saja, misalnya dari pengalaman diri sendiri; dari cerita orang lain;
peristiwa alam; ataupun dari khayalan, menulis memerlukan proses. Padahal,
berdasarkan aspek keterampilan berbahasa Indonesia, keterampilan menulis
merupakan salah satu kompetensi berbahasa yang harus dimiliki oleh setiap siswa
selain keterampilan membaca, mendengarkan, dan berbicara.
Pembelajaran menulis puisi di SMA bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra
berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal,
serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya serta lingkungan hidup. Secara lebih
luas, pembelajaran sebagai suatu program untuk mengembangkan pemahaman,
penghayatan, dan sikap positif terhadap karya sastra Indonesia.
Hasil pengamatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas
memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa merasa tidak dapat mengungkapkan
gagasan, pikiran, dan imajinasinya. Kondisi ini diperkuat oleh pengamatan
sebelumnya bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah selama
ini masih belum mencapai hasil yang diharapkan, apalagi untuk disebut memuaskan
ditambah lagi guru lebih banyak menekankan teori dan pengetahuan bahasa
daripada mengutamakan keterampilan berbahasa.
Kondisi yang dihadapi guru lebih banyak
menyampaikan pengetahuan dan mengacu kepada paham behavioristik dan pendekatan tradisional yang hanya menyediakan dan
menuangkan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pendekatan tradisional
yang lebih menekankan pada hasil berupa tulisan yang telah jadi, tidak pada apa
yang dikerjakan siswa ketika menulis sering diterapkan guru. Siswa berpraktik
menulis, mereka tidak mempelajari bagaimana cara menulis yang baik. Peran
pengajar dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses tidak hanya
memberikan tugas menulis dan menilai tulisan para pembeajar, tetapi juga
membimbing pembelajar dalam proses menulis (Tompkins, 1990: 69).
Akhir-akhir ini, konsep pembelajaran
bahasa Indonesia lebih khusus menulis kreatif puisi mendekatkan diri kepada
paradigma konstruktivisme. Menurut paham ini belajar merupakan hasil konstruksi
siswa sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan belajar. Pengkonstruksian
pemahaman dalam event belajar dapat melalui proses asimilasi atau
akomodasi. Secara hakiki, asimilasi dan akomodasi terjadi sebagai usaha
pebelajar untuk menyempurnakan atau merubah pengetahuan yang telah ada di
benaknya (Heinich, 2002).
Puisi pada hakikatnya mengomunikasikan
pengalaman yang penting-penting karena puisi lebih terpusat dan terorganisasi
(Badrun 1989: 2). Puisi berhubungan dengan pengalaman (Perrinel dalam Pradopo,
1990). Beberapa sastrawan telah mencoba memberi definisi sebagai berikut: (1)
Puisi adalah seni peniruan, gambar bicara, yang bertujuan untuk mengejar
kesenangan; (2) Luapan secara spontan perasaan terkuat yang bersumber dari
perasaan yang terkumpul dari ketenangan; (3) Puisi adalah ekspresi konkrit dan
artistik pemikiran manusia dalam bahasa yang emosional yang berirama; dan (4)
Puisi adalah pengalaman imajinatif yang bernilai dan berarti sederhana yang
disampaikan dengan bahasa yang tepat.
Kegiatan menulis puisi merupakan kegiatan
produktif-kreatif yang menuangkan pengalaman, imajiner, citraan terhadap
lingkungan dengan menggunakan alat pengindraan yang dimiliki. Untuk membantu
siswa menuangkan ide-ide kreatif tersebut dibutuhkan MAV, sehingga siswa dapat
melakukan re-kreasi atas apa yang
dilihat dan didengarnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Sudaryono (2007), re-kreasi dapat diartikan sebagai upaya untuk “menciptakan kembali.” Dalam
kondisi ini guru harus memberikan lebih banyak ruang bagi siswa untuk menulis
puisi berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam puisi lain yang pernah
dibacanya. Melalui bantuan MAV yang menampilkan visualisasi pembacaan puisi dan
objek yang sudah dikenal, siswa dimungkinkan dapat melakukan aktivitas menulis
puisi dengan teknik re-kreasi.
Permasalahan dalam pembelajaran
kreativitas menulis puisi perlu diatasi. Tindakan yang ditempuh adalah adanya
upaya yang dilakukan untuk mengefektifkan pembelajaran dalam pengembangan
kreativitas menulis puisi. Salah satu upaya yang menurut penulis sinkron dengan
permasalahan yang dihadapi adalah menggunakan media belajar yang dapat mempersempit
kesenjangan yang dihadapi. Media yang digunakan tentu saja adalah media yang
dapat menghadirkan suasana di luar lingkungan belajar ke dalam kelas secara
detail, asli, dan dapat membantu siswa mengembangkan kreativitas, pengalaman,
pengetahuan dan daya ima-jinasinya. Media yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah media audio visual (MAV) berbentuk video. Di samping kriteria di atas,
MAV dapat dikembangkan dengan pendekatan pembelajaran yang kontekstual. Dengan
demikian MAV dapat dirancang untuk menampilkan suasana lingkungan yang tidak
jauh dari pengalaman dan pengetahuan siswa.
Menurut Nugent (2005, dalam Smaldino,
dkk., 2010: 404), banyak guru menggunakan video untuk memperkenalkan sebuah topik,
menyajikan konten, menyediakan perbaikan, dan meningkatkan pengayaan. Segmen-segmen
video bisa digunakan di seluruh lingkungan pengajaran di kelas, kelompok kecil,
dan siswa-siswa perorangan. Berdasarkan karakter-karakter tersebut, maka
dipandang perlu mengembangkan media audio visual berbantuk video untuk
pembelajaran menulis kreatif puisi.
Pengembangan dan penggunaan MAV
dalam pembelajaran menulis kreatif puisi dilakukan untuk menjadikan
pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Melalui media yang dikembangkan
siswa dapat menggunakan secara optimal alat indera yang dimilikinya. Penyerapan
materi pembelajaran akan lebih komprehensif. Bagi siswa yang memiliki tipe
belajar visual akan semakin mudah menyerap dan mengikuti pembelajaran. Demikian
juga dengan siswa yang memiliki tipe belajar audio akan terbantu memahami
pelajaran. Siswa yang memiliki tipe belajar audio visual proses pembelajaran
akan semakin efektif. Semakin banyak alat indera yang digunakan oleh siswa,
maka sesuatu yang dipelajari akan makin mudah diterima dan diingat. Akhirnya
media dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih baik. Kenyataan seperti ini
belum mendapat perhatian secara serius oleh guru bahasa Indonesia, baik di SMP
maupun di SMA. Atas dasar pemikiran di atas, maka penelitian pengembangan ini
diberi judul, “Pegembangan Media Audio
Visual dalam Pembelajaran Menulis Kreatif Puisi Siswa Kelas X Sekolah Menengah
Atas.”
Penelitian pengembangan ini bertujuan mendeskripsikan proses
pengembangan media audio visual dalam pembelajaran menulis kreatif puisi dan
menyediakan media audio visual untuk pembelajaran menulis kreatif puisi siswa SMA. Di samping itu, pengembangan media
ini bertujuan untuk melihat efektivitas pembelajaran yang menggunakan produk
media audio visual yang dikembangkan. Spesifikasi produk yang dikembangkan
adalah sebuah media audio visual yang menyajikan video pembelajaran dengan
menampilkan visualisasi yang kontekstual dengan dengan lingkungan siswa.
Penyajian visualisasi tersebut bertujuan untuk membimbing siswa mengkonstruk
pengalamannya ke dalam situasi belajar.
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pebelajar
mengkontruksi arti teks, dialog, penglaman fisis, dan bahan belajar seperti
media audio visul. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari. Hakikat belajar bercirikan
sebagai berikut: a) belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh
siswa dari apa yang dilihat, didengar, dirasa, dan dialami. Belajar berarti
juga perubahan; b) belajar adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru, diadakan rekonstruksi; c) hasil
belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya; d) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih
suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru, belajar juga
bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut
penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang; dan e) proses belajar yang
sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang
pemikiran lebih lanjut, situasi inilah yang baik untuk memacu belajar siswa. Hasil
belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui mengenai
konsep-konsep tujuan, dan motivasi yang
mempengaruhi interaksi dengan bahan atau media yang dipelajari atau digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ekwal
dan Shanker (1998) dalam Paul Ginnis (2008: 28) menemukan, bahwa orang pada
umumnya dapat mengingat tentang: 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar, 70%
dari apa yang mereka ucapkan, dan 90% dari apa yang mereka ucapkan dan lakukan
bersama-sama. Hasil penelitian ini mengisyaratkan, bahwa pembelajaran yang
berhasil membangkitkan dan menumbuhkan kreativitas siswa merupakan pembelajaran
yang melibatkan sumber dan media pembelajaran. Menurut Degeng (1993: 2)
pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar, terencana yang
menggunakan sumber-sumber belajar dalam rangka membelajarkan peserta didik.
Perencanaan pembelajaran yang baik dengan memanfaatkan sumber dan media
pembelajaran akan berdampak kepada daya ingat dan daya cipta siswa.
Media yang dimaksud dalam penelitian
pengembangan ini adalah media audio visual (MAV). Menurut Sadiman (2008),
Heinich (2002), Criticos (1996), Raharjo (1989), Gagne (1986), mendefinisikan
bahwa media merupakan medium yang berguna sebagai perantara pesan sehingga
terjadi komunikasi antara pengirim dengan penerima. Pesan yang dimaksudkan
dalam konteks tersebut tentu saja pesan-pesan pembelajaran. Sementara itu
menurut Sanaky (2009) dan Smaldino, dkk. (2005), Anderson (1994), menyatakan
bahwa MAV merupakan media yang memadukan dua karakter yang berbeda, yaitu audio
dan visual yang disajikan secara elektronik.
MAV dikembangkan untuk pembelajaran menulis kreatif
puisi dengan beberapa tujuan, yaitu untuk membangun kedekatan objek yang
dimaksudkan dengan siswa serta membangun motivasi dan kreativitas siswa.
Pengembagan MAV untuk pembelajaran menulis puisi memberikan manfaat sebagaimana
diungkapkan Miarso (2007: 458-460), di antaranya: 1) media mampu memberikan
rangsangan yang bervariasi kepada otak, sehingga otak dapat bekerja secara
maksimal; 2) media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa;
3) media dapat melampaui ruang kelas; 4) media memungkinkan terjadinya
interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan; 5) media dapat menghasilkan
keragaman pengamatan; 6) media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru; 7)
media dapat membangkitkan motivasi belajar; 8) media memberikan pengalaman
secara menyeluruh, baik yang abstrak maupun kongkrit.
Melihat dari bentuk dan karakter yang
ditampilkan, MAV termasuk dalam kategori multimedia. Mayer (2001:3), mendefinisikan
multimedia sebagai presentasi materi dengan menggunakan kata-kata sekaligus
gambar-gambar. Yang dimaksud dengan ‘kata’ di sini adalah materinya disajikan
dalam verbal form atau bentuk verbal,
misalnya menggunakan teks kata-kata yang tercetak atau terucapkan. Yang dimaksud
dengan ‘gambar’ adalah materinya disajikan dalam pictorial form atau bentuk gambar. Hal ini bisa dalam bentuk
menggunakan grafik statis (termasuk: ilustrasi, grafik, foto, dan peta) atau
menggunakan grafik dinamis (termasuk: animasi, dan video. Singkatnya, menurut
Mayer multimedia learning adalah belajar dari kata-kata dan gambar.
Sementara itu menurut
Ivers dan Barron (2006:2), multimedia adalah penggunaan dari beberapa media untuk
menyajikan keterangan. Kombinasi penggabungan beberapa karakter dalam multimedia meliputi teks, grafis, gambar, video, dan suara. Mengapa orang menggunakan multimedia dalam
pembelajaran, menurut Ivers dan Baron (2006: 3), karena multimedia dapat memproyeksikan dan
melibatkan siswa untuk bekerja kelompok, siswa dapat mengekspresikan
pengetahuan mereka dalam berbagai
bentuk, menyelesaikan
masalah, memperbaiki/mengoreksi hasil
pekerjaan mereka sendiri, dan dapat
membangun pengetahuan. Para siswa mempunyai kesempatan untuk mempelajari dan menerapkan keterampilan dalam dunia nyata. Siswa dapat mempelajari nilai-nilai dari
kerjasama sekelompok.
Menciptakan multimedia
pembelajaran dalam memproyeksikan dan menolong penggunaan teknologi
keterampilan siswa dalam rangka mempersiapkan mereka untuk siap memasuki dunia kerja dan pendidikan lanjutan.
Untuk mempergunakan teknologi secara efektif di kelas, Yelland (1999: 44, dalam Ivers dan Barron, 2006: 3) mencatat ada lima tujuan yang harus dilakukan, yaitu: 1)
mengintegrasikan
teknologi dan kurikulum; 2) meningkatkan belajar aktif, evaluasi, dan pemecahan masalah yang
melibatkan siswa, baik secara individu maupun kolaboratif dalam
kelompokdengan mempergunakan keterampilan sesuai dengan alam lingkungan mereka; 3) teknologi dipergunakan untuk menyajikan dan mewakili
ide-ide yang ingin disampaikan; 4) mengembangkan
definisi baru dari permainan dan konsepsi yang mendasar; dan 5) mengembangkan keterampilan
melek huruf melalui media yang melibatkan daya kritis dengan meneliti penggunaan
teknologi dan memperoleh keterangan dari penggunaan
media tersebut.
Prinsip pengembangan MAV
pembelajaran menulis puisi mengacu kepada paham konstruktivistik. Menurut
Gregory (dalam Wahidin, 2009), salah satu petunjuk yang harus dipersiapkan
seorang guru yang baik dalam mengajar, carilah hubungan antara apa yang diajarkan dengan kehidupan
sehari-hari siswa. Hubungan-hubungan inilah yang akan menentukan nilai praktis
penerapan dari pelajaran itu.
Teori konstrukvistik menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan‑aturan dan merevisinya apabila aturan‑aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi
siswa agar benar‑benar memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus
bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha
dengan susah payah dengan ide‑ide (Piaget dan Vygotsky dalam Slavin,1994: 225).
Menurut Dougiamas,1998, Halpin,1999,
Cohen, 1993, (dalam Cey, 2001), bahwa siswa harus menggunakan
teknologi sebagai cara belajar, bukan sebagai alat dalam sistem yang ada.
Teknologi mampu mengubah pendidikan sebagai pintu gerbang ke masa depan.
Hal ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang otentik, menantang,
interaktif, dan mendalam. Teknologi yang dimaksudkan
dapat diterjemahkan sebagai MAV. MAV yang memuat pesan pembelajaran yang
kontekstual dapat menumbuhkan daya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran
menulis kreatif puisi.
METODE
PENGEMBANGAN
Menurut definisi yang disampaikan oleh Ely (1996:35) bahwa, “Development is process of translating the
design specification into physical form.” Pengembangan merupakan proses menerjemahkan
spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Dalam ilmu bangunan pengembangan mewujudkan
rencana bangunan menjadi bentuk fisik. Maka dalam teori pembelajaran, pengembangan
ialah mewujudkan rencana pembelajaran ke dalam bentuk spesifikasi produk
menjadi produk pembelajaran. Pengembangan mencakup berbagai teknologi yang
digunakan dalam pembelajaran. Namun demikian, pengembangan tidak berdiri
sendiri melainkan tetap terkait dengan fungsi evaluasi, manajemen, desain dan pemanfaatannya.
Pengembangan produk pembelajaran merupakan serangkaian proses atau
kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk pembelajaran
berdasarkan teori dan model pengembangan yang ada. Lingkup kerja dalam
penelitian pengembangan ini mengkaji secara sistematis proses pendesainan,
pengembangan produk, dan evaluasi produk yang dihasilkan yang harus memenuhi
kriteria validitas dan efektivitas. Proses pengembangan pembelajaran juga diperlukan
keterlibatan beberapa pakar, teman sejawat dan pengguna.
Model desain pengembangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model Alessi dan Trollip’s (2001, dalam
Patwary, 2009:27). Model Alessi dan Trollip’s (MAT) memiliki kriteria yang
dipersyaratkan dalam proses tindakan pengembangan multimedia. Model pengembangan multimedia interaktif memiliki beberapa
syarat, ketiga syarat tersebut masing-masing mempunyai kelengkapan yang harus
ada dalam setiap tahapan, masing-masing tahapan berisikan bermacam isu-isu yang
ditujukan untuk melakukan tindakan. Ketiga atribut atau kelengkapan tersebut
adalah standarisasi, evaluasi berkelanjutan, dan manajemen proyek. Ketiga tahapan
ini dituangkan dalam bentuk perencanaan,
perancangan dan pengembangan.
MAT memiliki tiga pilar utama
pengembangan, yaitu standarisasi, evaluasi berkelanjutan, dan manajemen proyek.
Ketiga pilar utama ini dikembangkan ke dalam tiga langkah pokok, yaitu
perencanaan (planning), perancangan (design), dan pengembangan (development). Masing-masing langkah
pokok tersebut memiliki tahapan yang spesifik sehingga memungkinkan setiap
tahap berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Model Alessi dan Trollip’s (2001) dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1. Model Pengembangan Media Alessi and Trollip’s (dalam Patwary,
2009: 27).
Ketiga langkah pokok dalam MAT tersebut di atas memiliki
tugas sebagai berikut: Perencanaan, meliputi: Membuat Ruang Lingkup, Identifikasi Karakteristik Siswa, Membuat
Batasan, Estimasi Pembiayaan, Draf Dokumen Perencanaan, Mengumpulkan dan
Menentukan Sumber Daya, Curah Pendapat, Mendefenisikan Tampilan, Menentukan
Subjek Evaluasi. Perancangan, meliputi: Mengembangkan Gagasan, Mendesain
Tindakan dan Analisis Konsep, Membuat Program Pendahuluan, Mempersiapkan
Prototype, Membuat Catatan untuk Tindakan, Menentukan Subjek untuk Menilai
Produk. Pengembangan, meliputi: Mempersiapkan Skenario, Melakukan
Pengkodean Bagian Produksi, Membuat Storyboards, Pengambilan Efek Audio dan
Visual, Proses Editing, Alfa Tes, Revisi Produk, Beta Tes, Revisi Akhir,
Validasi dari Ahli dan Hasil Uji Lapangan, Produk Akhir.
Berlandaskan pada
MAT di atas, pengembang melakukan proses pengembangan MAV dengan menganalisis
standar isi pembelajaran, yaitu standar kompetensi menulis kreatif puisi. Siswa
yang menjadi subjek uji coba produk pengembangan adalah siswa kelas X SMA
Negeri 2 Kota Jambi. Proses selanjutnya adalah merancang MAT sesuai dengan
karakteristik dan kondisi kontekstual siswa. Perancangan dilakukan untuk
mendapatkan produk yang memenuhi standar, baik dari sisi keilmiahan teknologi
pembelajaran, prinsip pengembangan media, maupun materi yang disajikan.
Langkah selanjutnya adalah melakukan proses pengembangan. Hasil
pengembangan selanjutnya divalidasi oleh tiga akhli, yaitu ahli Teknologi
Pembelajaran, Prof. Dr. H. Sjarkawi, M.Pd, ahli Media Pembelajaran, Dr.
rer.nat. H. Rayandra Asyhar, M.Si, dan ahli Materi Pembelajaran, Dr. Hary
Soedarto Harjono, M.Pd. Setelah dinyatakan layak oleh ketiga ahli tersebut,
produk selanjutnya diujicobakan kepada siswa. Uji coba dilakukan terhadap tiga
kategori, yaitu uji coba satu-satu (3 orang yang mewakili siswa berkemampuan
tinggi, sedang, dan rendah), uji coba kelompok kecil (5 orang siswa), dan uji
coba kelompok besar (15 orang siswa). Di samping itu produk diujicobakan juga
terhadap guru mata pelajaran.
Jenis data yang
diperoleh pada tahap validasi ahli dan uji coba produk pengembangan bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif diperlukan sebagai informasi untuk melakukan reivisi produk dan
untuk melihat, apakah produk pengembangan dapat digunakan dengan baik atau
tidak. Data kualitatif diperoleh berupa tanggapan dan saran perbaikan yang
diperoleh dari hasil ongoing evaluation,
alfa tes dan beta tes. Di samping itu, diperoleh juga data pendukung yang
diperoleh dari proses pengamatan dan wawancara. Data yang diperoleh meliputi:
1) ketepatan materi yang diperoleh dari ahli teknologi pembelajaran; 2)
ketepatan desain media yang diperoleh dari ahli media pembelajaran; 3) kualitas
unsur-unsur media yang diperoleh dari alfa tes dan beta tes; 4) kemenarikan
menggunakan media yang diperoleh dari ujicoba lapangan. Tanggapan ahli dan
hasil uji coba lapangan selanjutnya di skor dalam bentuk data kuantitatif.
Data yang dihimpun dari serangkaian hasil uji coba serta tinjauan
para ahli, dari fungsinya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni: (1) data
evaluasi tahap pertama atau hasil alfa tes sebagai pijakan untuk melakukan
revisi; dan (2) data evaluasi lapangan atau uji coba lapangan yang berguna
untuk menilai kualitas produk pengembangan.
Data kuantitatif
diperlukan untuk menentukan tendensi jawaban subjek uji coba terhadap produk
yang dicobakan. Data kuantitatif diperoleh dari tinjauan ahli rancangan (angket
1), ahli media pembelajaran (angket 2), ahli materi pembelajaran (angket 3),
tanggapan guru mata pelajaran bahasa Indonesia (angket 4), uji coba perorangan
(angket 5), uji coba kelompok kecil (angket 6), dan uji coba kelompok besar
(angket 7). Kedua jenis data ini dipergunakan untuk melakukan revisi produk
pengembangan media audio visual pembelajaran menulis kreatif puisi.
Dalam upaya pengumpulan
data digunakan beberapa instrument, yaitu: (1) angket untuk ahli rancangan
pembelajaran; (2) angket untuk ahli media; (3) angket untuk ahli materi; (4)
angket uji coba guru mata pelajaran; (5) angket uji coba perorangan; (6) angket
uji coba kelompok kecil; dan (7) angket uji coba kelompok besar. Menurut
Moloeng (dalam Sumarno, 2004: 102), bahwa untuk mengumpulkan data dapat
dilakukan dengan menggunakan instrument penelitian, seperti (1) observasi; (2)
catatan lapangan; (3) wawancara; dan (4) dokumentasi. Untuk memperoleh masukan,
saran perbaikan dalam melakukan revisi produk pengembangan, pengembang
menggunakan teknik pengumpulan data berupa diskusi, konsultasi, wawancara,
observasi, dan pengisian angket serta dokumentasi.
Teknik yang digunakan
untuk menganalisis data yang berhubungan dengan uji coba produk pengembangan,
khususnya yang berhubungan dengan analisis bidang studi dan media pembelajaran
adalah teknik analisis deskriptif. Analisis isi dan media dilakukan untuk
mengolah data yang diperoleh dari tinjauan ahli isi dan tinjauan rancangan,
ahli media, dan ahli materi.
Data kuantitatif berupa
masukan dan komentar dikelompokkan dan kemudian dianalisis secara kuantitatif
untuk keperluan penskoran dan menempatkan pada posisi mana produk pengembangan
(sangat layak, layak, tidak layak, sangat tidak layak). Sementara itu, analisis
deskriptif dengan teknik penghitungan persentase digunakan untuk mengolah data
yang diperoleh dari ahli rancagan, ahli media, ahli materi, dan uji coba
lapangan. Data dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Jawaban x bobot tiap pilihan
Nilai validitas = ------------------------------------------ x 100%
n
x Jumlah skor tertinggi
Untuk keperluan pengambilan keputusan mengenai layak
tidaknya produk pengembangan ini, maka digunakan kriteria pengambilan keputusan
sebagai berikut.
Tabel 1. Kriteria Kelayakan Produk Pengembangan
Penilaian mencapai
rata-rata 80% sampai 100%, kualifikasi sangat layak. Penilaian nilai rata-rata
66% sampai 79%, kualifkasi layak digunakan. Penilaian 0% sampai 55% dan 56%
sampai 65%, kualifikasi sangat/kurang layak untuk digunakan.
PEMBAHASAN
Pengembangan MAV dilakukan
berdasarkan tahapan sebagaimana yang terdapat dalam MAT. Hasil pengembangan
selanjutnya dilakukan uji kelayakan atau validasi oleh ahli yang telah
ditentukan. Berdasarkan hasil validasi yang dilakukan, produk MAV dinyatakan
layak untuk diteruskan dalam uji coba lapangan. MAV yang dikembangkan telah
memenuhi standar berdasarkan perancangan teknologi pembelajaran, standar
pengembangan media pembelajaran, dan standar materi pembelajaran. Dari angket
yang disampaikan kepada Ahli Teknologi Pembelajaran, 96% menyatakan bahwa MAV
layak digunakan kerena telah memenuhi standar perancangan dan pengembangan
teknologi pembelajaran. Ahli Media Pembelajaran memberikan tanggapan 87,78%,
bahwa MAV layak digunakan karena telah memenuhi prinsip-prinsip dan kriteria
pengembangan media audio visual. Sementara itu, Ahli Materi Pembelajaran
memberikan tanggapan 84%, bahwa MAV layak digunakan karena telah memuat materi
dan kriteria penyampaian yang memenuhi standard penyampaian pesan kepada siswa.
Hasil uji coba perorangan penggunaan
MAV yang dikembangkan diperoleh data, bahwa siswa menyukai pembelajaran menulis
puisi. Angka responsif memperlihatkan 85,8% siswa menyukai pembelajaran menulis
puisi dengan bantuan MAV karena dapat menumbuhkan semangat dan motivasi. Di
samping itu MAV dapat mempertajam daya ingat, dapat menghubungkan daya imajinasi
dengan objek yang divisualkan, serta dapat memperkaya kosa-kata dengan bantuan
objek tayanga. Siswa menghendaki pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV
dapat dilakukan pada jam pembelajarn 1-4 dengan alasan daya ingat dan daya
resap pembelajaran masih segar.
Tanggapan siswa terhadap penggunaan media audio visual dalam
pembelajaran menulis kreatif puisi cukup apresiatif. Menurut siswa media audio
visual membuat mereka senang mengkuti pembelajaran. Tayangan melalui media
audio visual dapat membantu pemahaman terhadap materi pembelajaran, sehingga
proses ini memudahkan dalam penyelesaian tugas dan latihan-latihan yang diberikan.
Media audio visual dapat membantu dan membimbing siswa untuk menulis puisi
lebih baik. Siswa dapat menulis puisi seperti yang dicontohkan dengan bentuk
yang baru melalui teknik re-kreasi
berdasarkan visualisasi objek yang ditayangkan. Keterampilan siswa menulis puisi saat uji coba perorangan terlihat
seperti pada contoh berikut.
Hamparan Sawah Terbentang
Oleh: Ovi
Octavia (Kelas X7)
Padi yang
bergoyang
Diterpa angin
yang berhembus kencang
Hamparan sawah
yang terbentang
Dihiasi
capung-capung yang terbang
Sungai mengalir
ke hilir
Menyapu gondang
yang hendak ingin pulang
Gubuk tua yang
berdiri di tengah paparan sawah
Menyaksikan
padi-padi yang sedang bergoyang
Diterpa sinar
mentari senja
Langit
terbentang tanpa tiang
Dihiasi
awan-awan yang menunggu petang
Menyaksikan
matahari yang perlahan tenggelam
Senja itu,
menunjukkan
Kebesaran sang
pencipta alam semesta
Puisi di atas memperlihatkan keterampilan siswa yang telah dapat
mengapresiasi visualisasi objek dengan baik. Siswa menulis puisi dengan tema
keindahan alam sebagai suatu ciptaan Tuhan. Siswa membangun irama puisi dengan
memperhatikan persamaan bunyi atau rima, seperti: bergoyang, kencang, terbentang, dan terbang pada bait pertama. Rima lain seperti pada baris pertama bait
kedua: mengalir ke hilir. Di samping itu, siswa secara bebas
mengekspresikan puisi dalam beberapa bait secara bebas. Siswa membangun puisi
tersebut dalam lima bait. Masing-masing bait ditulis dalam jumlah baris yang
berbeda. Misalnya bait pertama terdiri dari empat baris, bait kedua dan kelima
terdiri dari dua baris, dan bait ketiga dan keempat terdiri dari tiga baris.
Sebagai bahan perbandingan, berikut disajikan sebuah
puisi yang ditulis siswa tidak dengan bantuan media audio visual.
Jembatan Aurduri
Karya: Opy
Caesar kelas X5
Aliran sungai
Batang Hari
yang elok
dibelah oleh
jembatan
yang mewah dan
berharga
Panjangnya pun
dapat membuat
warga
merasa bangga
aku rasa inilah
jembatan yang
membuat
Jambi jadi kota
besar
Puisi pertama yang ditulis Ovi Octavia terasa memiliki jiwa karena
pilihan kata, bait, irama, dan rima yang saling mengisi. Sehingga kata-kata
dalam puisi tersebut menyatu menggambarkan perasaan penulis untuk menggambarkan
keindahan alam yang dirasakan. Perasaan penulis dalam menuangkan kata-kata
tersebut merupakan salah satu bentuk refleksi penulis terhadap visualisasi yang
dilihatnya.
Uji coba kelompok kecil terhadap 5
orang siswa memperlihatkan angka responsif siswa sebesar 87,5% siswa menyukai
pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV. Pengamatan pengembang selama
proses uji coba dilakukan, siswa intens melakukan pembelajaran di kelas. Tidak
ada siswa yang meminta izin keluar atau melakukan aktivitas di luar konteks
pembelajaran. Siswa melakukan unjuk kerja menulis puisi secara tuntas.
Apresiasi siswa dalam mengekspresikan
keindahan objek alam yang divisualisasikan melalui media audio visual dapat
dilihat dalam salah satu puisi karya Leni Puspita Sari, Kelas X8 saat uji coba
kelompok kecil berikut.
Awan berarak setelah gerimis
Menatap luas langit biru
Hijau rumput terbentang di alam raya
Menyaksikan pepadian beriak riang
Sungai mengalir ke hilir
Angin bertiup semilir
Asap merayap di atas atap
Orang-orangan sawah bergoyang mengusir
burung pipit
Reranting pohon berujung lentik
Mengiring tetarian padi
Anak-anak kecil bermain alang-alang
terbang
Mengusir capung di ujung daun
Petani pulang petang
Meniti kayu sebatang
Melintas air mengalir
Menghela angin yang semilir
Harus dengan kata apa
Aku berkata
Tuhan, begitu agung Kau cipta
Alam semesta
Puisi karya Leni Puspita Sari di
atas menguraikan begitu agungnya ciptaan Tuhan. Penulis seperti kehabisan kata-kata
untuk menguraikan begitu luas dan besarnya keesaan Sang Pencipta. Penulis
mendeskripsikan ciptaan Tuhan dalam empat bait puisi. Pilihan kata yang baik
membuat suasana puisi lebih hidup dan mengalir apa adanya. Penulis juga
memperhatikan rima yang baik, sehingga memunculkan ritme atau irama yang
harmonis.
Kualitas hasil unjuk kerja siswa
memperlihatkan ketajaman dalam merespon visualisasi dari MAV. Misalnya, pilihan
kata, irama, rima, dan ritma puisi yang diciptakan. Pilihan kata yang
menggambarkan pemanfaatan rima atau pesamaan bunyi dapat dilihat dari
kata-kata: mengalir, ke hilir, semilir, asap,
merayap,
di atap,
alang-alang,
terbang,
capung,
di ujung,
petang,
dan sebatang. Pilihan kata-kata yang dituangkan penulis merupakan
ekspresi yang didapat dari visualisasi dalam medua audio visual. Dengan
demikian, tayangan media audio visual dapat menginspirasi penulis untuk membuat
puisi secara kreatif.
Bandingkan puisi yang ditulis Leni Puspita
Sari di atas, dengan puisi yang ditulis tanpa bantuan media oleh Shella Chintia
berikut ini.
Alam Jambiku
Karya: Shella
Chintia Kelas X5
Alangkah indahnya alamku ini
Udara yang sejuk di pagi hari
Membuka hari di kota Jambi
Indah suara sungai Batanghari
Terasa nyaman di hati
Yang terletak disepanjang sudut kota ini
Di tepi sungai di kala fajar
Sungguh mempesona pemandangan ini
Memandang keindahan matahari tenggelam
Begitu menghiasi kota Jambi
Adat istiadat, terindah di Kota Jambi
Tersusun rapi candi di Muaro Jambi
Corak menyorak cirri khas bahasanya
Tertanda inilah alam Jambiku
Aku bangga, aku bahagia
Merasa indah di alamku
Tercipta suasana yang orangpun tau
Bahwa kota inilah kota Jambiku
Jika dibandingkan dengan
puisi karya Leni Puspita Sari, puisi karya Shella Chintia belum memiliki kesan
keindahan. Penyusunan bait sudah tertata rapi, tetapi pilihan kata, rima, serta
irama yang terdapat dalam puisi tersebut belum diperhatikan dengan baik. Dengan
demikian, puisi Shella pun seperti karangan deskriptif yang dibuat dalam bentuk
bait-bait puisi. Di samping itu, kelogisan penggunaan kata dan suasana dalam
puisi belum terlihat baik. Sebagai contoh: di
tepi sungai di kala fajar tetapi pada baris berikutnya terdapat baris
kata-kata yang bertentangan, yaitu: Memandang
keindahan matahari tenggelam. Di satu sisi penulis ingin menggambarkan
suasana fajar yang biasanya diiringi dengan saatnya matahari terbit. Tetapi,
pada kalimat berikutnya penulis menggambarkan matahari terbenam. Suatu penggambaran
imajinasi yang bertentangan yang ditampilkan pada saat yang bersamaan dalam
bait puisi. Hal ini tentu saja memperlihatkan kekurangpahaman penulis dalam
menggambarkan suasana dan keadaan.
Kekurangmampuan siswa
dalam dalam menulis puisi sebagaimana diperlihatkan dalam puisi Opy Caesar (uji
coba perorangan) dan Shella Chintia (uji coba kelompok kecil) tersebut
disebabkan oleh ketidakbiasaan menulis puisi. Siswa belum terbiasa
merefleksikan apa yang mereka lihat, rasakan, dan ingat untuk dituangkan dalam
bentuk puisi. Keterbatasan penguasaan kata-kata juga menjadi faktor mengapa
puisi siswa terasa belum memiliki jiwa, sehingga pilihan-pilihan kata yang
semestinya lebih bermakna tidak tampak dalam puisi yang ditulis. Hal ini sangat
berbeda dengan puisi siswa yang ditulis dengan bantuan media audio visual
sebagaimana telah dipaparkan.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan
penuh antusias, aktif dan bersemangat serta penuh motivasi. Hal ii
diperlihatkan dari ketuntasan melakukan unjuk kerja membuat puisi berdasarkan
tayangan MAV. Sama halnya dengan uji coba perorangan, siswa uji coba kelompok
kecil menghendaki pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV dapat dilakukan
pada saat jam pembelajaran 1-4 dengan alasan daya serap yang masih segar. Di
samping itu, mereka menghendaki pembelajaran dapat dilakukan di ruangan yang
luas dan sejuk.
Uji coba kelompok besar yang
dilakukan terhadap 15 orang siswa memperlihatkan data responsif siswa sebesar
85,3%. Siswa dapat mengikuti pembelajaran menulis puisi dengan bantuan MAV
secara baik dan kondusif. Merespon tayangan MAV siswa melakukan diskusi kecil
dengan teman sebelahnya, menuliskan hasil pengamatan dan mendiskusikan hasil
tulisan dalam bentuk puisi dengan teman sebelahnya.
Seperti halnya uji coba kelompok
kecil, pada uji coba kelompok besar siswa dapat menulis puisi dengan
memperhatikan bait, irama, dan rima secara baik. Siswa mampu menulis puisi
dengan kualitas pilihan kata, kekayaan makna, dan kualitas permainan bunyi/rima
yang serasi dalam sebuah puisi. Sebagai contoh puisi karya Merina Nindi Putri, Kelas X4 berikut ini
Suatu
Sore Menjelang Petang
Beriak-riak kutapaki jalanan petang
Beringai-ingai padi-padi yang menjulang
Menyisir rerumputan ilalang berkembang terbang
Angin berhembus membangunkan dedaunan
Dan pepadian pun ikut
bergoyang
Anak-anak bermain di sawah dengan senyum
mengembang
Asap-asap merayap ke upuk barat
Perjalanan pun tenang damai
Terbekas jejak kaki pada lumpur sawah
Bersama gondang yang merayap pulang ke sarang
Suatu sore menjelang petang
Langit-langit membiru mulai berubah jingga
Awan-awan yang mulai kelam damai
Hingga mataharipun rebah ke peraduan
Tuk menutupi dirinya
Dan terbaring ke haribaan malam
Puisi karya siswa di atas
walaupun belum terlihat sempurna, namun telah memperlihatkan kepekaan penulis menangkap
simbol-simbol yang ditayangkan melalui MAV, kemudian diterjemahkan dalam bentuk
kata-kata yang indah. Siswa berusaha menulis puisi tersebut dengan
memperhatikan bait, rima, serta irama yang terbangun dari pilihan-pilihan kata.
Misalnya, terdapat pengulangan kata dengan akhiran yang sama untuk menciptakan
rima dan irama puisi, seperti asap-asap merayap pada
baris kedua bait pertama. Atau penggunaan rima terbuka dengan memanfaatkan
bunyi /ang/ pada kata-kata gondang yang merayap pulang ke
sarang. Secara umum dapat
dikatakan, bahawa siswa telah mampu menerjemahkan objek yang ditayangkan dalam
bentuk katakata menjadi sebuah puisi. Contoh di atas sebagian dari beberapa
karya siswa yang memiliki kemiripan dalam merespon tayangan MAV dalam proses
pembelajaran menulis puisi.
Kondisi lain yang dapat
diamati dalam uji coba kelompok besar, bahwa siswa mengendaki proses
pembelajaran dilakukan diruangan yang tenang, memiliki sarana audio visual yang
memadai dan bimbingan guru yang dapat membangkitkan daya re-kreasi dalam menulis puisi. Ruangan yang luas dan tenang
diyakini siswa akan dapat membantu siswa mengembangkan daya imajinasi,
kreativitas, dan membantu aktivitas penuangan ide dalam bentuk puisi.
KESIMPULAN
Untuk mendapatkan sebuah produk
pengembangan media yang baik, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah
menganalisis kebutuhan. Berdasarkan kebutuhan yang ada dilakukan analisis
terhadap beberapa aspek, yaitu analisis kurikulum pembelajaran, analisis siswa,
analisis sumber belajar, dan analisis referensi pengembangan. Hasil analisis
selanjutnya dituangkan dalam sebuah rancangan pengembangan yang mengacu kepada
MAT. Pendapat yang direkomendasikan oleh ahli saat proses validasi dipadukan
untuk memperbaiki dan melengkapi media yang diproduksi. Pendapat tersebut,
milputi: kesesuaian tayangan dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian durasi
tayangan, kesesuaian gambar, ilustrasi animasi, penggunaan musik ilustrasi,
penggunaan huruf, narasi, model atau pelaku, teknik pengambilan gambar, dan
teknik pengeditan video.
Berdasarkan hasil validasi dan uji coba lapangan terhadap media
audio visual yang dikembangkan terdapat beberapa kondisi lingkungan belajar
yang dapat mendukung pencapaian hasil belajar yang baik dengan dukungan media
audio visual, yaitu: a) Harus memiliki sarana dan fasilitas yang mendukung
pengoperasian media, seperti: listrik, komputer, perangkat sound sistem, dan
ruangan yang proporsional. b) Media audio visual hanya dapat digunakan dengan
baik dan lancar jika guru dan siswa telah memiliki kemampuan untuk
mengoperasionalkan perangkat elektronik.
Di samping itu, guru yang dikehendaki harus mampu mendesain pesan
yang diterjemahkah dalam bentuk visualisasi yang pada akhirnya akan menjadi
pesan pembelajaran yang dapat diterjemahkan siswa dalam bentuk puisi sesuai
dengan tingkatan perkembangannya. Guru juga harus memiliki karakteristik
menguasai substansi pembelajaran, mulai dari kemampuan menganalisis standar isi
sampai kepada proses pembelajaran di dalam kelas. Jika tidak memenuhi karakteristik
tersebut, maka media audio visual yang digunakan tidak lebih dari hanya sebuah
tayangan yang tidak memiliki makna apa-apa bagi siswa.
Siswa perlu dilibatkan untuk membantu guru dalam mengefektifkan
waktu pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara
harmonis dalam proses komunikasi pembelajaran. Karakteristik siswa yang
dikehendaki oleh media audio visual ini adalah siswa yang memiliki kemampuan
untuk menangkap pesan, baik secara audio maupun secara visual. Media audio
visual tidak akan berfungsi secara maksimal, jika siswa mengalami hambatan
dalam hal visual atau audio. Dengan sendirinya siswa tidak akan mampu untuk
mengerjakan dari apa yang diperolehnya.
Pesan yang terkandung dalam media audio visual idealnya mencerminkan
pengalaman kontekstual siswa. Pesan akan dapat diterjemahkan dan menginspirasi
siswa jika pesan yang berupa tayangan merupakan objek yang sudah dikenal siswa.
Di samping berorientasi kepada pengalaman kontekstual, pesan dalam media audio
visual juga harus dapat diterjemahkan oleh guru dalam bentuk pesan-pesan
pembelajaran. Durasi penayangan pesan tidak terlalu pendek dan tidak juga
terlalu panjang. Artinya, pesan disampaikan untuk membantu siswa dalam
merefleksikan citraan atau pengimajian pengalaman dalam bentuk puisi. Jika
terlalu pendek, siswa akan mengalami kesulitan merekam pesan yang ada, dan jika
terlalu panjang akan membuat siswa merasa bosan dan waktu pembelajaran menjadi
kurang efektif. Oleh karena itu, guru harus memberikan penjelasan kepada siswa
tentang pesan yang akan ditayangkan dengan alokasi waktu yang proporsional.
Media audio visual yang dikembangkan ini hanya terbatas pada materi
pembelajaran menulis kreatif puisi dengan tema pemandangan alam. Lingkungan
belajar yang baik untuk menggunakan media audio visual berdasarkan uji coba,
adalah dalam ruangan yang luas (sejuk dan nyaman) dan waktu pembelajaran pagi
hari (jam pelajaran 1-4).
DAFTAR
RUJUKAN
Anderson, Ronald. Pemilihan dan Pengembangan Media Video
Pembelajaran. Jakarta: Grafindo Pers. 1994.
Badrun, Ahmad. Teori Puisi. Jakarta : FKIP Universitas Mataram. 1989.
Cey, Thelma. Moving Towards Constructivist Classrooms. http://www.usask.ca/education/-coursework/ceyt/ceyt.htm,
Diundu, 29 Nopember 2010.
Degeng, I Nyoman Sudana. Ilmu
Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Pusat Antar Universitas Depdikbud
RI, Dirjen Dikti. 1989.
Degeng, I Nyoman Sudana. Buku
Pegangan Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pusat Antar Universitas Depdikbud
RI, Dirjen Dikti. 1993.
Ginnis, Paul. Teacher’s
Toolkit. California: Thousand Oaks. 2008.
Heinich, Robert. Michael Molenda, James D. Russell, Sharon E.
Smaldino. Instructional Media and
Technologies for Learning, 5th edition.
New Jersey: Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs. 1996.
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S.E. Instructional
Media and Technology for Learning, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall,
Inc. Englewood Cliffs. 2002.
Ivers, Karen S, dan Ann E. Barron. Multimedia Projects in Education Designing,
Producing and Assessing. USA: Greenwood Publishing Group. 2006.
Mayer, Richard E. Multimedia Learning
Prinsip-prinsip dan Aplikasi. New York: Cambridge University Press. 2001.
Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Puste-kom DIKNAS
& Kencana. 2007.
Patwary, Md. Abdullah Al-Mamun. Teknik Evaluasi Multimedia Pembelajaran.
Yogyakarta: Genius Prima Media. 2009.
Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada
Uni-versity Press. 2009.
Sadiman, A.S. Media Pendidikan: Pengeratian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Cv. Rajawali. 1986.
Sadiman, Arief. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatan. Jakarta: Grafindo Pers. 1993.
Sanaky, Hujair AH. Media
Pembelajaran. Yogjakarta: Safiria Insania Press. 2009.
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan. Texas at Dallas: McGraw-Hill Company Inc. 2007.
Slavin, R.E. Using Team Learning (4th ed). Baltimore: Johns Hopkins
University, Center for Research on Elementary Schools. 1994.
Smaldino, Sharon E, Deborah L Lowther,
James D. Russel. Instructional Technology
and Media for Learning Ninth Edition. New Jersey: Upper Saddle River. 2010.
Sudaryono. Implementasi Strategi
“Re-kreasi” dalam Pembelajaran Menulis Kreatif Puisi. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Certel, Vol.3 Nomo 2, Januari
2007, hal. 155-163.
Suntari. Upaya Mengefektifkan Pengembangan Kreativitas
Menulis Puisi, Jurnal Pendidikan Dasar dan Menengah. Vol.4, No.5 dan 6. Surabaya,
Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLP, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Jawa Timur. 2002.
Tompkins, Gail E. Teaching
Writing Balancing Process and Product. New York: Macmillan Publishing
Company. 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar