Penilaian pembacaan puisi atau deklamasi memberi bobot yang besar pada
unsur penjiwaan. Unsur lain yang dinilai juga ialah vokal serta gerak penunjang.
1) Penjiwaan
Penjiwaan atau dikenal juga dengan interpretasi puisi meliputi keutuhan makna
puisi (pemahaman) dan penyampaian pesan yang terkandung di dalamnya
dengan penuh penghayatan. Penghayatan seorang pembaca puisi bukan sekedar
untuk dirinya sendiri, melainkan sebagai alat agar penonton atau pendengar
lebih memahami dan dapat menikmati puisi yang dibacakan.
2) Vokal
Yang perlu mendapat perhatian pada unsur vokal ialah kejelasan pengucapan
(artikulasi), intonasi, serta volume suara.
a) Artikulasi
Kejelasan artikulasi dalam membaca puisi sangat dibutuhkan. Bunyi vokal
seperti /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /ai/, /au/, dan sebagainya harus jelas terdengar,
demikian pula dengan bunyi-bunyi konsonan.
b) Intonasi
Intonasi menyangkut persoalan ”tekanan dinamik”, yaitu keras lembutnya
suara; ”tekanan tempo”, yaitu cepat lambatnya ucapan; ”tekanan nada”,
yaitu menyangkut tinggi rendahnya suara; dan ”modulasi” yang meliputi
perubahan bunyi suara (karena marah bunyi suara menjerit, karena lelah
bunyi suara mendesah, dan sebagainya). Ketepatan intonasi atau irama ini
bergantung kepada ketepatan penafsiran atas puisi yang dibacakan.
c) Karakter Suara
Pembaca puisi harus mampu memainkan karakter suaranya sesuai dengan
kutipan puisi yang dibacanya. Apabila kutipan dalam puisi terdapat
monolog seorang kakek tua, ia harus mampu merubah suaranya seperti
suara seorang kakek tua.
d) Tempo
Tempo dalam membaca puisi pun sangat penting untuk diperhatikan.
Tempo pembacaan puisi harus disesuaikan dengan isi puisi.
e) Kekuatan (Power) Suara
Kekuatan suara juga amat penting untuk diperhatikan. Dalam membaca
puisi yang perlu diperhatikan adalah suara seorang pembaca puisi harus
mampu mengatasi suara penonton atau pendengarnya. Untuk mengatasi
suara penonton/pendengarnya, pembaca puisi memang dituntut untuk
memiliki vokal yang keras. Hanya seringkali dijumpai pembaca puisi
berteriak untuk memperkeras volume suaranya. Hal itu tentu saja akan
merusak kemerduan ucapan yang justru amat dibutuhkan dalam
membacakan puisi. Volume suara yang keras semestinya dilakukan
dengan mempertinggi suara, bukan dengan jalan berteriak.
3) Gerak
Gerak pembaca puisi tidaklah sebanyak gerak yang dilakukan aktor dalam
bermain drama. Gerak yang dilakukan dalam membaca puisi hendaknya sesuai
dengan tuntuntan puisi, yakni mampu bergerak dengan wajar karena dorongan
batin yang kuat. Yang dimaksud dengan gerak dalam membaca puisi bukan
hanya terlihat bergoyang saja, melainkan juga gerak muka (mimik), gerak
tangan (gesture), dan gerak seluruh tubuh (pantomimik).
a) Mimik
Mimik merupakan gerak atau ekspresi wajah dalam membacakan puisi.
Mimik yang dimunculkan haruslah proporsional sesuai dengan kebutuhan
menampilkan gagasan puisi secara tepat.
b) Gesture
Gestur dapat diartikan sebagai gerak tangan atau gerak anggota tubuh yang
sesuai dengan isi puisi ketika seseorang membacakan puisi.
c) Pantomimik
Pantomimik yaitu gerak anggota tubuh dalam membacakan puisi. Sama
halnya sepereti mimik, pantomimik yang dimunculkan dalam membacakan
puisi haruslah proporsional sesuai dengan kebutuhan menampilkan gagasan
puisi secara tepat. Pantomimik yang kurang wajar akan merusak keindahan
pembacaan serta bisa jadi akan mengganggu pembacaan puisi tersebut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bagus sekali
BalasHapusBagus....
BalasHapus