Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

Ditulis oleh Saif Al Hadi

Selama ini puisi masih mendapat tempat terhormat dalam setiap budaya yang menjunjung tinggi karya sastra. Namun, masih banyak ditemukan berbagai kesulitan di dalam pembelajaran puisi.. Dalam usaha mengajarkan cara untuk menikmati puisi, terdapat dua hambatan yaitu anggapan bahwa puisi tidak berguna dan anggapan yang disertai prasangka bahwa mempelajari puisi sering tersandung pada pengalaman pahit (Rahmanto, 1988:44). Dewasa ini manusia hidup dalam dunia yang praktis yang bergantung pada bisnis, ilmu pengetahuan, dan teknologi modern. Hal itulah yang mendasari bahwa pusi tidak berguna lagi.
Pembelajaran menulis puisi memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengantar siswa pada berbagai permasalahan kehidupan (Darmawan, 1991:1). Dalam menulis puisi, siswa dituntut untuk peka terhadap lingkungan sekitar. Permasalahan yang disebut di atas antara lain adalah (a) hubungan antara manusia dengan Tuhan, (b) manusia dengan manusia lainnya, (c) manusia dengan dirinya sendiri, dan (d) manusia dengan alam sekitarnya. Kepekaan tersebut merupakan modal yang baik untuk menulis puisi.
Rahmanto berpendapat bahwa pembelajaran sastra (menulis puisi) dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (1988:16). Untuk menciptakan pembelajaran menulis puisi yang utuh, bahan ajar dan penyajiannya harus dipilih secara tepat.
Dalam praktik pembelajaran menulis puisi, guru tidak mudah untuk memilih bahan pelajaran sastra untuk para muridnya. Rahamanto mengemukakan (1988:27), kemampuan untuk memilih bahan ajar sastra (menulis puisi) ditentukan oleh berbagai macam faktor, antara lain: (a) berapa banyak karya sastra yang tersedia diperpustakaan sekolah, (b) kurikulum yang harus diikuti, dan (c) persyaratan bahan yang harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir tahun. Bahan yang disediakan dalam pembelajaran menulis puisi harus disesuaikan dengan kurikulum. Selain itu, bahan ajar disesuaikan dengan lingkungan dan kemampuan siswa.
Bahan ajar yang dimaksud adalah bahan yang dipakai guru untuk menyampaikan isi kurikulum. Bahan tersebut seperti buku teks, buku tambahan, koran, majalah, ensiklopedi, rekaman, gambar, kartun, dan bahan lain yang bisa digunakan untuk menyampaikan materi. Karim berpendapat (1980:3), guru harus melakukan pemilihan bahan-bahan yang ada atau menentukan bahan-bahan manakah yang dapat diusahakan untuk menyediakan bahan pengajaran yang relevan dengan tujuan intruksional yang hendak dicapai. Bahan ajar yang sesuai memungkinkan terjadinya interaksi yang harmonis antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya dalam proses belajar mengajar.
Endraswara (2005:122) menambahkan, beberapa syarat puisi yang pantas untuk dijadikan bahan ajar adalah (a) puisi yang menjadi bagian sejarah, (b) puisi yang telah banyak diapresiasi, (c) puisi terbaik masa kini, dan (d) puisi yang sesuai dengan siswa. Dalam beberapa periode perkembangan sastra, puisi terbagi dalam berbagai angkatan penyair. Mulai dari puisi lama, angkatan pujangga baru, angkatan 45, dan setelah angkatan 45. Masing-masing angkatan memiliki perbedaan dalam banyak hal seperti ciri puisi, perkembangan zaman, sampai dengan psikologi penyair. Hal yang ingin disampaikan penyair dalam puisinya memuat persoalan-persoalan yang dialami pada zaman itu. Puisi yang menjadi bagian sejarah artinya puisi yang dapat menyampaikan sejarah yang terjadi di masa lampau. Misalkan pada 1967 muncul puisi-puisi protes karya rendra yang merupakan awal mula rendra menulis puisi-puisi keras. Puisi-puisi tersebut muncul sebagai bentuk protes terhadap carut-marutnya roda pemerintahan pada saat itu.
Puisi yang telah banyak diapresiasi adalah syarat kedua sebagai bahan ajar pembelajaran puisi. Artinya puisi tersebut telah banyak diakui sebagai puisi yang baik. Puisi-puisi tersebut seperti puisi-puisi Chairil Anwar, W.S. rendra, Sapardi Djoko Damono, Goenawam Muhammad. Syarat selanjutnya adalah puisi yang banyak berkembang masa ini dan banyak diminati siswa. Puisi-puisi tersebut tidak harus selalu karangan penyair terkenal, tetapi bisa diambilkan dari puisi dalam film yang diminati kalangan muda atau lagu-lagu yang mengandung unsur puitika. Misalkan dalam film Ada Apa dengan Cinta, film tersebut menceritakan tentang seseorang yang menggemari puisi dan di dalamnya terdapat banyak puisi yang ditampilkan. Lagu-lagu masa kini yang banyak mengandung unsur puitika dalam liriknya adalah Letto. Berikut adalah lirik lagu dari Letto.


Ruang Rindu

Di daun yang ikut mengalir lembut
Terbawa sungai ke ujung mata
Dan aku mulai takut terbawa cinta
Menghirup rindu yang sesakkan dada

Jalanku hampa dan kusentuh dia
Terasa hangat oh didalam hati
Kupegang erat dan kuhalangi waktu
Tak urung jua kulihatnya pergi

Tak pernah kuragu dan slalu kuingat
Kerlingan matamu dan sentuhan hangat
Ku saat itu takut mencari makna
Tumbuhkan rasa yang sesakkan dada

Kau datang dan pergi oh begitu saja
Semua kutrima apa adanya
Mata terpejam dan hati menggumam
Di ruang rindu kita bertemu

(sumber: www.lyricmode.com)

Puisi selanjutnya yang sesuai untuk bahan pembelajaran menulis puisi adalah puisi yang sesuai dengan siswa. Artinya guru harus mengetahui keadaan psikologis siswa untuk menyesuaikan puisi yang akan digunakan sebagai bahan ajar. Pada perkembangan usia dari anak menuju remaja, dan dewasa, setiap tingkatan tersebut memiliki kecenderungan yang berbeda. Anak-anak masih suka bermain, remaja yang penuh emosional, dan masa dewasa yang sudah bisa melihat realitas kehidupan. Kecenderungan inilah yang harus bisa dipahami oleh guru sebagai dasar untuk pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan siswa. Misalkan, pemilihan bahan ajar menulis puisi untuk SMA. Masa-masa SMA adalah masa-masa remaja yang emosional. Permasalahan yang sering muncul pada usia tersebut adalah masalah cinta. Baik permalahan untuk mengungkapkan cinta, maupun putus cinta. Guru bisa menggunakan puisi yang sesuai dengan keadaan tersebut.,
Siswa yang sedang jatuh cinta atau menyatakan rasa sayangnya kepada lawan jenisnya bisa mengirimkan puisi Sapardi Djoko Damono berikut ini
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

(Sumber: Balfas, 2008)


Siswa yang sedang dirundung putus cinta atau marah, bisa mengirimkan puisi Sutardji Calzoum Bachri
Tapi
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang Cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
Wah!.
(Sumber: Balfas, 2008)


Sangat penting bagi guru untuk menyesuaikan bahan ajar dengan keadaan siswa. Hal tersebut untuk menarik minat siswa dalam pelaksanaan peksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, puisi yang akan digunakan sebagai bahan ajar haruslah puisi yang menjadi bagian sejarah, puisi yang telah banyak diapresiasi, puisi terbaik masa kini, dan puisi yang sesuai dengan siswa.


Sumber
Balfas, Anwar. 2008. Mengembangkan Kemampuan Literasi dan Berfikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Sastra Berbasis Konteks. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Mulawarman.
Dermawan, Taufik. 1999. Apresiasi Puisi: Konsep Dasar, Pendekatan, dan Prosesnya. Malang: UM
Endraswara, Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra, Sastra Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: Kota Kembang
Rahmanto, B.1988. Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajar Sastra. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]